Perencanaan Teknik DED Jembatan

Pengertian jembatan secara umum yaitu suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan atau struktur penghubung transportasi yang terputus akibat adanya rintangan-rintangan seperti alur sungai, lembah yang dalam, jalan raya, jalan kereta api dan saluran irigasi. 

DED Jembatan

Pelaksanaan Perencanaan Teknik DED Jembatan harus dilaksanakan oleh Konsultan yang berkompeten agar dihasilkan laporan Data yang teliti dan Desain Gambar yang akurat  serta diharapkan hasil dari perencanaan jembatan dapat menjadi acuan pembangunan oleh Dinas terkait. 

Prinsip yang harus diperhatikan oleh konsultan pada saat pelaksanaan perencanaan Teknik DED Jembatan antara lain :

1. Konsultan Perencana bertanggung jawab penuh pada hasil perencanaannya, termasuk apabila menggunakan produk   standar suatu komponen struktur jembatan yang dibuat pihak lain, kecuali bila dapat menunjukkan sertifikat   kelayakan yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang di bidang jembatan untuk komponen tersebut. Pertanggung jawaban harus dinyatakan dengan cara menandatangani setiap lembar gambar rencana dan setiap dokumen pelaporan perhitungan atau analisis yang mendukungnya.

2. Hasil perencanaan dan perhitungan harus disetujui dan disahkan oleh instansi yang berwenang,  seperti Departemen Pekerjaan Umum atau Dinas Pekerjaan Umum di daerah. Bila perlu dapat dimintakan untuk diteliti banding atau diverifikasi oleh pihak ketiga yang independen, sebelum dilakukan persetujuan dan pengesahan oleh instansi yang berkompeten.

3. Konsultan Perencana mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam kriteria perencanaan

4. Perencanaan harus memperhatikan rencana tata guna lahan di lokasi rencana jembatan, beserta kendala alinyemen dan kendala lintasan di bawahnya, agar didapat suatu hasil rancangan geometrik, bentuk dan cara pelaksanaan konstruksi yang optimal.

5. Perencanaan harus berdasarkan hasil survey dan penyelidikan, yang memberikan informasi yang  jelas dan akurat mengenai kondisi lapangan di lokasi rencana jembatan, dan kondisi teknis lainnya yang mendasari kriteria perencanaan. 

6. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam Perencanaan jembatan yaitu harus memperhatikan      ketersediaan material dan peralatan di sekitar lokasi jembatan agar diperoleh rancangan jembatan yang praktis dan ekonomis. 

Secara garis besar Perencanaan jembatan di pengaruhi oleh : 

a. Kondisi Geometrik Lintasan Jembatan

b. Kondisi Geologi Lintasan Jembatan

c. Kondisi Hidrologi Lintasan Jembatan

d. Umur Rencana Jembatan

e. Beban Lalu-lintas Rencana Jembatan.

f. Kondisi cuaca dan angin lokasi jembatan.

g. Daerah gempa lokasi jembatan.

h. Estetika jembatan (bila di perlukan/jembatan tengah kota)


STRUKTUR JEMBATAN

Secara umum struktur jembatan terbagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu Struktur Atas (Superstructures) ,Struktur Bawah (Substructures) dan Pondasi.

A. Struktur Atas Jembatan meliputi :

    1. Trotoar :

        a. Sandaran dan tiang sandaran 

        b. Peninggian trotoar (Kerb)

        c. Slab lantai trotoar

    2. Slab lantai kendaraan

    3. Gelagar (Girder)

    4. Balok diafragma

    5. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang)

    6. Tumpuan (Bearing)


B. Struktur Bawah Jembatan meliputi :

    1. Pangkal Jembatan (Abutment)

       a. Dinding belakang (Back wall)

       b. Dinding penahan (Breast wall)

       c. Dinding sayap (Wing wall)

       d. Oprit, plat injak (Approach slab)

       e. Konsol pendek untuk jacking (Corbel)

       f. Tumpuan (Bearing)

2. Pilar Jembatan (Pier)

    a. Kepala pilar (Pier Head)

    b. Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal,

    c. Konsol pendek untuk jacking (Corbel)

    d. Tumpuan (Bearing)

3. Pondasi

    Berdasarkan sistimnya, pondasi Abutment atau Pier jembatan dapat dibedakan menjadi 

    beberapa macam jenis, antara lain :

    1. Pondasi telapak (spread footing)

    2. Pondasi sumuran (caisson)

    3. Pondasi tiang (pile foundation)

       a. Tiang pancang kayu (Log Pile)

       b. Tiang pancang baja (Steel Pile)

       c. Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile)

       d. Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile), spun pile,

       e. Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place), borepile, franky pile.

       f. Tiang pancang komposit (Compossite Pile)


Pokok-Pokok Perencanaan

Perencanaan jembatan dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan dasar untuk menjamin keamanan struktural yang diizinkan, yaitu Rencana Tegangan Kerja (WSD) dan Rencana Keadaan Batas (Limit State). Struktur jembatan yang berfungsi paling tepat untuk suatu lokasi tertentu adalah yang paling baik memenuhi pokok-pokok perencanaan berikut ini :

1. Kekuatan dan stabilitas struktur

2. Kenyamanan bagi pengguna jembatan

3. Ekonomis

4. Keawetan dan kelayakan jangka panjang

5. Kemudahan pemeliharaan

6. Estetika


Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar dan cenderung minimal Untuk memenuhi pokok-pokok perencanaan tersebut, persyaratan dalam perencanaan harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan Peraturan perencanaan Jembatan BMS ’92 sebagai berikut :

1. Persyaratan umum perencanaan

2. Persyaratan Analisa Struktur

3. Persyaratan Perencanaan Pondasi

4. Persyaratan Perencanaan Elemen Struktur Jembatan


Agar tingkat standar kualitas perencanaan tertentu sesuai persyaratan dapat dicapai, maka panduan atau Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS ’92 harus menjadi pegangan dalam menetapkan :

1. Metodologi Perencanaan

2. Pemilihan dan Perencanaan Struktur Jembatan

3. Perencanaan Elemen Struktur Jembatan

4. Perencanaan Pondasi, Dinding Penahan Tanah dan Slope Protection dan lain sebagainya


Dalam perencanaan jembatan ada beberapa kriteria-kriterian yang harus dilaksanakan antara lain :

1. Peraturan-peraturan yang di pergunakan

2. Mutu material yang dipergunakan

3. Metode dan Asumsi pada perhitungan

4. Metode pengumpulan data lapangan

5. Metode dan asumsi dalam menentukan tipe struktur jembatan yaitu struktur atas, struktur bawah 

    dan pondasi.

6. Metode pengujian pondasi

7. Program komputer yang dipergunakan dan validasi kehandalan yang dinyatakan dalam bentuk 

    bench mark terhadap contoh studi.


Peraturan-Peraturan Perencanaan Jembatan 

Peraturan-Peraturan yang digunakan pada saat pelaksanaan perencanaan teknik DED jembatan 

meliputi :

1. Perencanaan Struktur Jembatan 

    Konsultan Perencana dalam merencana jembatan harus mengacu kepada :

    a. Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS ’92

    b. Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS ’92

    c. Peraturan lain yang relevan dan disetujui oleh pemberi tugas, antara lain:

       1. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, SNI (Design Standard of Earthquake               Resistance of Bridges)

       2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya (SK.SNI T-14-1990-0.3)

       3. Pembebanan untuk Jembatan RSNI 4

       4. Peraturan Struktur Beton untuk Jembatan, RSNI

       5. Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan, ASNJ4

2. Perencanaan Jalan Pendekat/Oprit   

    Selain harus diperhitungkan struktur jembatan, konsultan perencana harus memperhitungkan 

    Jalan dan oprit jembatan, dimana peraturan harus mengacu kepada :

    a. Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)

    b. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No.038/T/BM/1997

    c. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa

    d. Komponen SNI 1732-198


Demikianlah penjelasan tentang perencanaan teknik DED jembatan, semoga bermanfaat. Terimah kasih.

Baca Artikel...

Cara Menghitung Volume Pasangan Batu

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas cara menghitung volume pasangan batu. Bagi mereka yang bekerja di bidang konstruksi, baik itu pekerjaan Drainase, jalan raya pasti sering menjumpai pekerjaan pasangan batu. Pekerjaan pasangan batu bisa menggunakan bahan batu bela, batu bulat disamping bahan lain seperti semen dan air.

Seorang Estimator setelah mendapat Gambar Kerja akan mencari volume sesuai dengan gambar kerja, setelah itu dituangkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).

Pada gambar diatas kita diketahui :

B1 = 0,30 m

B2 = 0,80 m

H1 = 1,50 m

H2 = 0,75 m

Misal panjang 500 m

Ditanya berapa Volume pasangan batu ?

Jawaban :

Jadi Volume Pasangan Batu (M3) yaitu :


1.Kita cari dulu bagian bidang atas

  = (B1+B2)/2 x h1

  = (0,3 + 0,8)/2 x 1,50 

  = 0,83 m

  

2.Bagian bidang Bawah

  = (B2 x h2)

  = (0,8 x 0,75)

  = 0,60 m

  Jumlahkan bagian bidang atas dan bidang bawah

  = (0,83 + 0,60) x Panjang

  = (0,83 + 0,60) x 500

  = 715 M3


Jadi total pasangan batu yang dibutuhkan adalah 715 M3.

Demikianlah penjelasan singkat dan sederhana cara Menghitung Volume Pasangan Batu. Terimah kasih.

Baca Artikel...

Konstruksi Talud Pengaman Pantai

Bangunan pantai umumnya digunakan sebagai insfrastruktur yang berfungsi sebagai pelindung pantai. Beberapa faktor yang mempengaruhi seperti pasang surut air laut akan mudah menggerakan sedimen disekitar garis pantai, sehingga akan sering terjadi erosi pada pantai.Dinding penahan tanah (Talud) merupakan bangunan yang berguna untuk memperbesar tingkat kestabilan tanah.

Konstruksi Talud Pengaman Pantai









Pembangunan Dinding Penahan Tanah (Talud) yang dibangun di daerah pantai, jurang berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi pergerakan tanah atau longsor dan tanah tetap stabil. Konstruksi dari dinding penahan tanah (Talud) terbuat dari pasangan batu kali, batu belah yang diperkuat dengan campuran semen, pasir dan air.
Adanya pergerakan tanah bisa diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja di dinding penahan tanah yaitu adanya gaya momen guling, gaya berat sendiri, gaya lateral tanah aktif/pasif, gaya angkat dan gaya gelincir. Pembangunan Talud pengamana pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan dari gelombang dan arus. Ada beberapa cara untuk melindungi pantai yaitu memperkuat pantai agar mampu menahan kerusakan yaitu dengan membangun beberapa struktur bangunan tepi pantai.
Sesuai dengan fungsinya maka konstruksi bangunan tepi pantai dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis yaitu :
1.Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar garis pantai
2.Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai
3.Konsteksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar garis pantai

Beberapa struktut bangunan tepi pantai antara lain yaitu tanggul laut (Sea Dike), Tembok laut (Seal Wall), Perkuatan Lereng (Revetment), Pemecah Gelombang (Break Water), Krib (Groin) dan Jeti (Jetty).
Dalam merencanakan Dinding Penahan Tanah perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain :
1.Pemilihan konstruksi Dinding Penahan Tanah yang sederhanan dan bisa dikerjakan serta pemanfaatan  sumber daya yang tersedia.
2.Dimensi konstruksi Dinding Penahan Tanah direncanakan dengan telitih dan harus memenuhi persyaratan teknis dan keamanan.
3.Kedalaman dari dinding penahan tanah harus mencapai tanah asli sehingga konstruksi stabil.
4.Tingkat kemiringan dinding penahan yang harus di perhitungkan.
5.Perhitungan Analisa kestabilan terhadap daya dukung tanah dasar, gaya guling, geser dan patah tembok dari gaya yang diterima.
Salah satu contoh dari dinding penahan tanah (talud) dilokasi tepi pantai yaitu pembangunan talud pengaman pantai dengan konstruksi terbuat dari pasangan batu belah.
Contoh gambar dapat dilihat dibawah ini.


Gambar Konstruksi Talud Pengaman Pantai






Demikianlah penjelasan tentang konstruksi dinding penahan tanah (talud) pengaman pantai. Trimah kasih.
Baca Artikel...

Serah Terima Akhir Pekerjaan

Sebagaimana kita ketahui bahwa setelah dilaksanakan kegiatan serah terimah pertama pekerjaan (Provisional Hand Over/PHO) oleh Penyediah Jasa, maka langka selanjutnya yang harus dilaksanakan oleh Penyediah Jasa pekerjaan konstruksi yaitu melaksanakan Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over/FHO). 

 Final Hand Over/FHO


Jadi sebelum berakhirnya Masa Pemeliharaan pekerjaan konstruksi berakhir, ada beberapa tahapan yang harus di selesaikan oleh Penyediah Jasa pekerjaan konstruksi antara lain :

1. Setelah masa pemeliharaan berakhir, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi menyampaikan laporan 
    pemeliharaan serta mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk penyerahan akhir.
2. Dalam rangka menerima hasil pekerjaan, PPK memerintahkan Direksi Teknis atau 
    Konsultan Pengawas untuk melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan pemeliharaan.
3. Permohonan pengajuan penerimaan hasil akhir pekerjaan dilaksanakan sesuai Prosedur (P-10) 
    dan mengisi Form Pemeriksaan Kelayakan (F-09).
4. Apabila dari hasil pemeriksaan, selama masa pemeliharaan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi   
    telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak, maka PPK dan 
    Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi menandatangani Berita Acara Serah Terima Akhir Pekerjaan.
5. PPK wajib melakukan pembayaran uang retensi atau mengembalikan jaminan pemeliharaan.
6. Setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima Akhir Pekerjaan, PPK menyerahkan hasil 
    pekerjaan kepada PA/KPA. Selanjutnya PA/KPA  meminta Panitia Penerima Hasil Pekerjaan 
    (PPHP) untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap hasil pekerjaan yang 
    diserahterimakan.
Final Hand Over - FHO


7. Apabila hasil pemeriksaan administrasi ditemukan ketidaksesuaian/kekurangan, PPHP melalui     
    PA/KPA memerintahkan PPK untuk memperbaiki dan/atau melengkapi kekurangan 
    dokumen administratif. Hasil pemeriksaan administratif dituangkan dalam Berita Acara.
8. Dalam rangka pelaksanaan FHO, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus menyerahkan seluruh 
    dokumentasi Terlaksana (As-Built Document) pelaksanaan pekerjaan yang mencakup paling 
    sedikit dokumen sebagai berikut:
    a. Dokumen terkait dengan mutu:
       1) Laporan Uji Mutu dibuat oleh pengendali mutu;
       2) Desain mix formula dan job mix formula;
       3) Uji mutu material;
       4) Dokumen penjaminan mutu dan pengendalian mutu; dan
       5) Dokumen terkait penghitungan kuantitas/volume yang disiapkan oleh 
            Direksi Teknis/Konsultan Pengawas.
     b. Dokumen administrasi
         1) Perjanjian kontrak termasuk adendumnya (jika ada);
         2) Dokumen kontrak lainnya;
         3) Dokumen terkait dengan pelaksanaan kontrak;
         4) Dokumen pembayaran;
         5) Dokumen Perhitungan penyesuaian harga;
         6) Berita acara pemeriksaan oleh intitusi/lembaga pemeriksa;
         7) Laporan ketidaksesuaian dan tindak lanjut (status harus diatasi);
         8) Foto-foto pelaksanaan (0% sebelum pelaksanaan, sedang dilaksanakan dan 100% 
             telah dilaksanakan); dan
         9) Gambar terlaksana (as built drawing).
     c. Dokumen-dokumen lainnya, meliputi:
         1) Laporan pengelolaan lingkungan;
         2) Laporan pelaksanaan Keselamatan Konstruksi; dan
         3) Laporan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan.
     d. Dokumen pengoperasian dan pemeliharaan berupa manual/ pedoman pengoperasian 
         dan perawatan/pemeliharaan.


Demikianlah penjelasan singkat tentang Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over/FHO) semoga bermanfaat terimah kasih.
Baca Artikel...

Serah Terima Pertama Pekerjaan

Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi perlu adanya usaha untuk menggunakan pendekatan manajemen mutu, prinsip penjaminan mutu dan pengendalian mutu pekerjaan konstruksi yang mencakup aspek pengelolaan sumber daya manusia yang terlibat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan konstruksi pihak-pihak yang terlibat terdiri dari Penyelenggara Infrastruktur dan Penyelenggara Proyek. Sebelum berakhirnya masa kontrak pekerjaan konstruksi dimana fisik pekerjaan telah  selesai 100 %, maka harus dilaksanakan kegiatan serah terimah pertama pekerjaan (Provisional Hand Over/PHO).

Provisional Hand Over/PHO



Hal-hal yang harus disiapkan terkait akan diadakan PHO antara lain :
1. Serah Terima Pekerjaan adalah kegiatan penyerahan pekerjaan yang telah selesai 100% (seratus
    perseratus) dari Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi kepada Pengguna Jasa dalam kondisi dan
    standar sebagaimana disyaratkan dalam kontrak;
2. Pernyataan pekerjaan selesai 100% berdasarkan rekomendasi dari Direksi Lapangan/Konsultan
    MK yang disampaikan kepada PPK;
3. Rekomendasi Direksi Lapangan/Konsultan MK dikeluarkan berdasarkan hasil verifikasi lapangan
    dari Direksi Teknis/Konsultan Pengawas;
4. Isi surat rekomendasi Direksi Lapangan/Konsultan MK mencakup tanggal tentatif pekerjaan 
    selesai 100%, daftar cacat mutu dan kekurangan (jika ada);
5. Berdasarkan rekomendasi dari Direksi Lapangan/Konsultan MK, PPK melakukan Serah terima 
    Pertama Pekerjaan. Hasilnya dituangkan dalam    berita acara serah terima pertama pekerjaan.
6. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses Serah Terima Pertama Pekerjaan adalah:
   a. Pengujian Akhir Pekerjaan (Test on Completion)
      1) Dalam rangka menerima hasil pekerjaan, PPK memerintahkan Direksi Teknis/Konsultan
          Pengawas untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap hasil pekerjaan.
      2) Sebelum pelaksanaan pengujian akhir pekerjaan, Direksi Teknis/Konsultan Pengawas harus   
          memberitahukan kepada PPK tentang jadwal pelaksanaan pengujian yang telah disepakati
          dengan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi.
      3) Sebelum tanggal pelaksanaan pengujian, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus
          memeriksa dokumentasi pengendalian mutu (quality control-QC).
      4) Kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Direksi Teknis/Konsultan Pengawas dalam pengujian
          pada akhir pekerjaan adalah sebagai berikut:
          a) Mengecek kesesuaian kinerja secara keseluruhan dari pekerjaan final yang telah selesai
              dengan seluruh persyaratan dalam kontrak maupun kesesuaian maksud dari desain/gambar,
              sebagai contoh dimensi, ketinggian, dll;
          b) Pengujian sampel random minimum oleh Direksi Teknis/Konsultan Pengawas (bila 
              diperlukan);
          c) Evaluasi dari semua dokumen terlaksana (as-built document) yang menunjukkan bahwa   
              seluruh pekerjaan telah sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan seluruh laporan 
              ketidaksesuaian (Non-Conformance Reports/NCR) telah diselesaikan;
          d) Direksi Teknis/Konsultan Pengawas mengevaluasi dokumentasi dari quality assurance (QA)                Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi untuk menyakinkan bahwa seluruh pekerjaan
              telah selesai sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan seluruh laporan
              ketidaksesuaian telah diselesaikan
      5) Untuk pemeriksaan dan uji fungsi, PPK dan Direksi Teknis/Konsultan Pengawas dapat
           mengacu spesifikasi yang ada. Apabila hasil pemeriksaan terhadap cacat mutu dan uji fungsi                     belum sesuai dengan spesifikasi yang ada, maka PPK berhak menunda persetujuan berita
           acara serah terima pekerjaan dan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi wajib melakukan 
           perbaikan terhadap hasil pekerjaan hingga sesuai dengan spesifikasi yang sudah tercantum
           dalam kontrak.
      6) Apabila dalam pemeriksaan hasil pekerjaan telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum
          dalam Kontrak maka PPK dan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi menandatangani
          Berita Acara Serah Terima (BAST) Pertama Pekerjaan (berita Acara PHO).
      7) Setelah penandatanganan BAST Pekerjaan (BAST PHO), PPK menyerahkan hasil pekerjaan
          kepada PA/KPA. Kemudian PA/KPA meminta Panitia Serah Terima Pekerjaan Pertama untuk
          melakukan pemeriksaan administratif terhadap hasil pekerjaan yang diserahterimakan.
          Panitia Serah Terima Pekerjaan Pertama dibentuk oleh PA/KPA.
      8) Apabila hasil pemeriksaan administrasi ditemukan ketidaksesuaian/kekurangan, Panitia Serah 
          Terima Pekerjaan Pertama melalui PA/KPA memerintahkan PPK untuk memperbaiki dan/atau 
          melengkapi kekurangan dokumen administratif. Hasil pemeriksaan administratif dituangkan
         dalam Berita Acara.

Provisional Hand Over/PHO



    b. Rencana Pemeliharaan
       1. Setelah pelaksanaan PHO, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus menjaga kondisi hasil
           pekerjaan selama masa pemeliharaan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dalam kontrak.
       2. Selama masa pemeliharaan, dibentuk Tim Pemeliharaan yang terdiri dari Penyedia Jasa
           Pekerjaan Konstruksi dan Direksi Teknis/Konsultan Pengawas.
       3. Sebelum dimulainya masa pemeliharaan, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus
           menyerahkan program kerja/rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka
           melaksanakan pemeliharaan, paling sedikit mencakup kegiatana. 
          a. Pemeriksaan 
              Kegiatan/tindakan  yang dilakukan untuk memastikan apakah komponen/item/fungsi hasil
              pekerjaan masih sesuai dengan spesifikasi.
          b. Pelaksanaan Pemeliharaan dan Perbaikan 
              Kegiatan/tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan suatu 
              komponen/item/ fungsi hasil pekerjaan.
       4) Komponen-komponen yang harus dipelihara serta mekanisme pemeliharaannya, disesuaikan
           dengan yang tercantum dalam Manual Operasi & Pemeliharaan yang harus diserahkan pada
           saat PHO.
       5) Dokumen rencana pemeliharaan diperiksa dan disetujui oleh Direksi Lapangan/Konsultan   
            MK.

Provisional Hand Over/PHO



    c. Penerbitan Berita Acara Serah Terima (BAST) Pertama Pekerjaan
        1. Pada saat pekerjaan telah selesai 100%, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi mengajukan
            permohonan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan kepada Direksi Teknis/Konsultan   
            Pengawas.
        2. PPK akan memeriksa hasil pekerjaan terlebih dahulu, sebelum mengeluarkan/menandatangi
            BAST Pekerjaan.
        3. Hasil pemeriksaan akan ditindaklanjuti dengan pemberitahuan kepada Penyedia Jasa
            Pekerjaan Konstruksi hal-hal yang harus diselesaikan/diperbaiki oleh Penyedia Jasa
            Pekerjaan Konstruksi agar hasil pekerjaan sesuai dengan persyaratan dalam kontrak.
        4. Sebelum mengeluarkan BAST pekerjaan, Direksi Teknis/Konsultan Pengawas harus 
            memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
            a) Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi telah menyerahkan dokumen-dokumen yang
                dipersyaratkan (antara lain: manual operasi dan pemeliharaan); dan
            b) Telah dilakukan pengujian terhadap hasil pekerjaan sesuai dengan persyaratan dalam
                 kontrak (baik pengujian terhadap standard mutu maupun kinerja/fungsi).
        5. Setelah Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi menyelesaikan kewajibannya, Direksi
            Teknis/Konsultan Pengawas melaporkan hasil pemeriksaan kepada PPK.
        6. Apabila dalam pemeriksaan hasil pekerjaan telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum 
            dalam Kontrak, maka PPK dan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi menandatangani
            Berita Acara Serah Terima (BAST) Pertama Pekerjaan.
        7. Berita acara serah terima pertama pekerjaan paling sedikit berisi:
            a) Tanggal difinitif pekerjaan selesai 100%;
            b) Rencana tanggal serah terima akhir pekerjaan;
            c) Tanggal berita acara serah terima pertama pekerjaan; dan
            d) Lain-lain yang diperlukan antara lain rencana pemeliharaan selama masa pemeliharaan.

Demikianlah penjelasan singkat tentang Serah Terima Pertama Pekerjaan (Provisional Hand Over/PHO) semoga bermanfaat terimah kasih.
Baca Artikel...

Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

Sebelum pelaksanaan pekerjaan konstruksi dikerjakan maka pihak-pihak yang terlibat didalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi harus menerapkan penjaminan mutu dan pengendalian mutu pekerjaan konstruksi dalam setiap tahapan pekerjaan konstruksi.

Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi


Hal-hal atau tahapan yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi antara lain :

1.Penyerahan Lokasi Kerja
  a. Penyerahan lokasi kerja dilakukan sebelum penerbitan SPMK,dengan terlebih dahulu
      melaksanakan Peninjauan Lapangan Bersama;
  b. Peninjauan lapangan bersama bertujuan untuk memastikan kesiapan lokasi kerja yang akan
      diserahterimakan, serta untuk melakukan inventarisasi seluruh bangunan yang ada serta seluruh
      aset milik pengguna jasa;
  c. PPK wajib menyerahkan lokasi kerja sesuai dengan kebutuhan Penyedia Jasa Pekerjaan
      Konstruksi yang tercantum dalam rencana kerja yang telah disepakati dalam Rapat Persiapan 
      Penandatanganan Kontrak;
  d. Hasil peninjauan dan penyerahan dituangkan dalam Berita Acara Penyerahan Lokasi Kerja.

2. Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
   a. Penerbitan SPMK dilakukan paling lambat 14 hari sejak tanggal penandatanganan kontrak atau
       14 (empat belas) hari kerja sejak penyerahan lokasi kerja pertama kali;
   b. Dalam SPMK dicantumkan Tanggal Mulai Kerja;
   c. Penetapan Tanggal Mulai Kerja setelah serah terima lapangan dilaksanakan atau paling cepat
      dilaksanakan bersamaan dengan tanggal SPMK.

3. Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak
   a. Rapat persiapan pelaksanaan kontrak merupakan rapat awal antara PPK, Pengendali Pekerjaan
      (Direksi Lapangan/Konsultan MK), Pengawas Pekerjaan (Direksi Teknis/Konsultan Pengawas), \
      Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi, tim perencana serta pihak terkait;

   b. Rapat persiapan pelaksanaan kontrak atau Pre Construction Meeting (PCM) harus sudah dimulai
       maksimal 7 (tujuh) hari setelah terbitnya SPMK dan sebelum dimulainya pelaksanaan pekerjaan;

  c. Tujuan rapat persiapan pelaksanaan kontrak:
     1) Persamaan pandangan dan pemahaman terkait hal-hal yang mendasar pada pelaksanaan
         proyek, seperti: jadwal, alur komunikasi dan koordinasi, alur persetujuan, kebijakan       
         pengendalian mutu dan Keselamatan Konstruksi serta mekanisme pelaporan dan pembayaran
         hasil pekerjaan;
    2) Untuk mendapatkan kesepakatan terhadap pelaksanaan kontrak;
    3) Penyesuaian seluruh kegiatan dalam RMPK dengan persyaratan-persyaratan dalam dokumen
        kontrak;
    4) Pemenuhan terhadap kebutuhan data dan informasi terkait proyek;
    5) Untuk melakukan perubaahan kontrak apabila diperlukan.

  d. Agenda pembahasan dalam rapat persiapan pelaksanaan kontrak sebagai berikut:
     1. Struktur Organisasi Proyek
     2. Pendelegasian kewenangan
     3. Alur komunikasi dan persetujuan
     4. Mekanisme pengawasan
     5. Jadwal pelaksanaan
     6. Mobilisasi
     7. Metode pelaksanaan
     8. Pembahasan Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK)
     9. Pembahasan pelaksanaan Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK)
   10. Rencana pemeriksaan lapangan bersama
   11. Informasi yang dibutuhkan
   12. Dukungan fasilitas, dan lain-lain

  e. Hasil rapat persiapan pelaksanaan kontrak dituangkan dalam Berita Acara Rapat Persiapan   
      Pelaksanaan Kontrak;
  f. Apabila diperlukan perubahan kontrak, maka diterbitkan adendum kontrak.

4. Pembayaran Uang Muka
    a. Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi dapat mengajukan permohonan pengambilan uang muka   
       secara tertulis kepada PPK disertai dengan rencana penggunaan uang muka (apabila ditentukan
       dalam dokumen kontrak);
    b.Uang muka digunakan untuk membiayai mobilisasi peralatan, personil, pembayaran uang tanda
       jadi kepada pemasok bahan/material dan persiapan teknis lain;
    c.Besaran uang muka ditentukan dalam Syarat-syarat Khusus Kontrak (SSKK) dan dibayar setelah
       Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi menyerahkan Jaminan Uang Muka senilai uang muka yang
       diterima.

5. Mobilisasi
    a. Mobilisasi paling lambat harus sudah mulai dilaksanakan 30 hari kalender sejak diterbitkan   
       SPMK, atau terutama untuk sumber daya (material, alat, tenaga kerja) yang akan digunakan
       untuk memulai pekerjaan.
    b.Untuk mobilisasi sumber daya yang berhubungan dengan pelaksanaan untuk tiap-tiap pekerjaan,
       dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan rencana kerja, meliputi:
       1) Mobilisasi peralatan;
       2) Mobilisasi personil inti dan pendukung;
       3) Mempersiapkan fasilitas seperti kantor, rumah, barak, laboratorium, bengkel, gudang, dan
           sebagainya.
    c.Denda keterlambatan mobilisasi sebagaimana tertuang dalam kontrak.

Demikianlah penjelasan singkat tentang Tahap Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi semoga bermanfaat terimah kasih.
Baca Artikel...

Pekerjaan Lapisan Perkerasan Beton

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa perkerasan pada konstruksi jalan dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (riqid pavement). Struktur dari Perkerasan kaku (rigid pavement) umumnya terdiri dari tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis beton semen dengan atau tanpa tulangan. Pada kesempatan ini akan melanjutkan lagi pembahasan tentang konstruksi perkerasan beton (rigid pavement). 

Pekerjaan Lapisan Perkerasan Beton


Penjelasan perkerasan beton sebagai berikut:

1. PEKERJAAN PERKERASAN BETON PADA DAERAH CURAM  

    Untuk perkerasan jalan beton dengan kemiringan memanjang lebih besar dari 3 %,
    maka harus ditambah dengan Angker Panel (Panel anchored) dan Angker Blok (Anchor Block).
    Jalan dengan kondisi ini harus dilengkapi dengan angker yang  melintang  untuk  keseluruhan
    lebar  pelat  sebagaimana  diuraikan  pada  Tabel  dan diperlihatkan pada Gambar dibawah ini.


Perkerasan Beton pada daerah curam ditambah angker panel


Perkerasan beton pada daerah yang curam ditambah angker blok





2. SAMBUNGAN PERALIHAN ANTARA PERKERASAN ASPAL DAN BETON  

   Sambungan peralihan antara perkerasan aspal dengan perkerasan beton Perlu adanya Slab Transisi     dan Perlu adanya Batang Pengikat. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat typical sambungan   
   peralihan antara perkerasan aspal dan perkerasan beton.

Sambungan Peralihan Antara Perkerasan Aspal Dan Beton



3. PELAPISAN TAMBAHAN PERKERASAN BETON ASPAL DI ATAS 
    PERKERASAN  BETON

   Struktur perkerasan beton semen harus dievaluasi agar supaya tebal efektifnya dapat dinilai   
   sebagai  aspal beton. Untuk menentukan  tebal efektif (Te) setiap lapisan perkerasan  yang ada   
   harus   dikonversikan  kedalam  tebal  ekivalen  aspal  beton  sesuai  dengan  Tabel  12. Dengan
   demikian  tebal lapis tambahan  yang diperlukan,  dihitung berdasarkan  perhitungan lapis
   tambahan pada perkerasan lentur.Dalam  menentukan  tebal  ekivalen  perkerasan  beton  semen
   perlu  memperhatikan  kondisi dan daya dukung lapisan beton semen yang ada.

   Apabila  lapisan-lapisan  perkerasan  telah  diketahui  dan  kondisinya  ditetapkan,  kemudian
   faktor konversi yang sesuai dipilih pada Tabel berikut dan tebal efektif dari setiap lapisan dapat 
   ditentukan.

   Tebal  efektif  setiap  lapisan  merupakan  hasil  perkalian  antara  tebal  lapisan  dan faktor
   konversi.  Tebal efektif untuk seluruh perkerasan merupakan jumlah tebal efektif dari masing- 
   masing lapisan.

   Tebal lapisan tambahan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
       Tr = T – Te 

    Keterangan :
    Tr = tebal lapis tambahan
    T = tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan atau
                   lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai prosedur yang telah diuraikan
    Te = tebal efektif perkerasan lama

    Tebal lapis tambahan perkerasan lentur yang diletakkan langsung di atas perkerasan beton semen
    dianjurkan  minimum  100 mm. Apabila  tebal lapisan  tambahan  lebih dari 180 mm, konstruksi
    lapis tambahan dapat menggunakan lapisan peredam retak sebagai mana terlihat pada Gambar   
    berikut.
Lapisan peredam retak pada sistem pelapis tambahan
4. PENGAMBILAN SLUMP BETON 

    Untuk Perkerasan beton semen pada umumnya dipersyaratkan nilai slump antara 2.5 – 6.0 cm
    hal ini tergantung dengan peralatan penghampar yang digunakan
    1. Untuk jenis fixes form (ACUAN TETAP) Slump 4.0 – 6.0 cm
    2. Untuk jenis slip form (ACUAN BERGERAK) Slump max 5.00 cm
    Toleransi ± 2.00 cm dari slump optimum(speksifikasi)

Demikianlah penjelasan tentang Pekerjaan Lapisan Perkerasan Beton , semoga bermanfaat. Terimah kasih.
Baca Artikel...

Struktur Lapisan Perkerasan Kaku

Secara garis besar perkerasan pada konstruksi jalan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (riqid pavement). Dari kedua jenis perkerasan jalan tersebut yang paling esensi yaitu bagaimana perkerasan bereaksi terhadap beban dan bagaimana distribusi beban disalurkan ke tanah dasar (Subgrade).Pada kesempatan kali ini, Saya akan menjelaskan tentang struktur dari lapisan perkerasan kaku atau dikenal dengan istilah Riqid Pavement. 

Struktur Lapisan Perkerasan Kaku


Struktur dari Perkerasan kaku (rigid pavement) umumnya terdiri dari tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis beton semen dengan atau tanpa tulangan. Struktur perkerasan kaku (rigid pavement)
secara tipikal dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Typical Struktur Perkerasan Kaku



1. TANAH DASAR
    Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI 03-1731-   
    1989 atau CBR laboratorium sesuai    dengan SNI 03-1744-1989, masing-masing untuk
    perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai
    nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus
    (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

2. PONDASI BAWAH
    Bahan pondasi bawah dapat berupa :
    a.Bahan berbutir.
    b.Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
    c.Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)

    Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton semen. Untuk     
    tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi 
    dengan memperhitungkan tegangan pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis 
    pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk 
    mereduksi prilaku tanah ekspansif.

    Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai dengan 
    SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila direncanakan 
    perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan 
    campuran beton kurus (CBK).

    Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama
    yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut :
   1. Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
   2. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat.
   3. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
   4. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.


3. PERKERASAN BETON SEMEN
    Struktur lapisan perkerasan kaku yang paling atas adalah perkerasan beton semen, dimana 
    struktur terdiri dari plat beton yang bersambung (tidak menerus) dengan tulangan atau tanpa       
    tulangan, atau  menerus dengan tulangan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat 
    pelaksanaan pekerjaan pengecoran beton semen adalah kada air pemadatan, kepadatan dan 
    perubahan kadar air selama   masa pelayanan. Hal lain sebelum dilaksanakan pekerjaan 
    pengecoran permukaan lapis pondasi  
    ditutup dengan menggunakan plastik (mencegah kadar semen masuk kedalam lapis pondasi dan 
    sebagai lapis pemisah).
    Ada 4 jenis struktur lapisan perkerasan beton semen antara lain :
    1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
    2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
    3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
    4. Perkerasan beton semen pra-tegang

3.1. SAMBUNGAN PERKERASAN BETON
       Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk membatasi  tegangan  dan 
       pengendalian  retak yang disebabkan  oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas,
       memudahkan pelaksanaan serta mengakomodasi gerakan pelat.
       Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
       a. Sambungan memanjang
       b. Sambungan melintang
       c. Sambungan isolasi
       Semua  sambungan   harus  ditutup  dengan  bahan  penutup  (joint  sealer),  kecuali  pada
       sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler).

3.2. SAMBUNGAN MEMANJANG

       Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)

      Sebelum kita lanjut pembahasan, kita jelaskan dulu apa itu Batang Pengikat (Tie Bars) dan
      Batang Ulir (deformed bars). Batang Pengikat (tie bars) adalah sepotong  baja  ulir  yang   
      dipasang  pada  sambungan  memanjang  dengan  maksud untuk mengikat pelat agar tidak
      bergerak horizontal. Batang ulir (deformed bars) adalah batang tulangan  prismatis  atau yang
      diprofilkan  berbentuk  alur atau spiral yang terpasang tegak lurus atau miring terhadap muka
      batang, dengan jarak antara rusuk-rusuk tidak lebih dari 0,7 diameter batang
      pengenalnya/nominal.

Typical Sambungan Memanjang Perkerasan Beton


     Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya retak memanjang.
     Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3  - 4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi
     dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm. Jarak antar
     Batang Pengikat yang digunakan adalah 75 cm dan letaknya pada ½ tebal plat.

     Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
         At = 204 x b x h
         l  = (38,3 x φ) + 75 mm

     Catatan :
     At   = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
     b     = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi perkerasan (m)
     h     = Tebal pelat (m).
     l      = Panjang batang pengikat (mm).
     Ï†    = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).


Typical Sambungan Memanjang Dengan Tie Bar


3.3. SAMBUNGAN MELINTANG 

       Tulangan sambungan melintang (Dowel) :
       1. Polos Ø 25 – 32 mm
       2. Panjang besi polos (dd) = 45 – 60 cm
       3. Letaknya pada ½ tebal plat
       4. Satu ujung terikat, ujung lainnya dibuat tidak lekat dengan cara : dibungkus plastik tipis
           atau dilapisi gemuk
       5. Diameter batang ulir tidak lebih kecil dari 12 mm.
       6.J arak maksimum tulangan dari sumbu-ke-sumbu 75 cm.


Typical Sambungan Melintang Dengan Dowel


Demikianlah penjelasan tentang Struktur Lapisan Perkerasan Kaku, semoga bermanfaat. Terimah kasih.
Baca Artikel...

Jenis Lapis Konstruksi Perkerasan Jalan

Lapisan konstruksi perkerasan jalan dari waktu ke waktu mengalami perubahan baik dari struktur perkerasan , nama perkerasan serta bahan yang digunakan. Pada penjelasan Jenis Lapis Konstruksi Perkerasan Jalan hanya di jelaskan pengertian dan Sifat-sifat dari lapis konstruksi perkerasan jalan. Untuk Bahan dan Pelaksanaan pekerjaan serta Dasar Pembayaran dari setiap Lapis Konstruksi Perkerasan Jalan akan dibahas pada artikel berikutnya.

Jenis Lapis Konstruksi Perkerasan Jalan


Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis lapis konstruksi perkerasan jalan mengacu pada Spesifikasi Umum.

1. Lapis Pondasi Bawah Agregat
    Lapis Pondasi Bawah Agregat merupakan bagian konstruksi perkerasan jalan yang terletak antara          tanah dasar dan pondasi atas yang terdiri dari batu/kerikil pecah atau kerikil yang mempunyai   
    persyaratan tertentu.  Lebar dan Tebal dari lapis pondasi bawah agregat sesuai dengan Gambar   
    Rencana atau seperti yang ditetapkan oleh Direksi.
    Sifat dari Lapis pondasi bawah agregat sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan mempunyai
    nilai struktural.

2. Lapis Pondasi Atas Batu Pecah (Agregat)
    Pondasi Atas Batu Pecah (Agregat) merupakan bagian dari konstruksi perkerasan jalan yang   
    terletak antara lapis permukaan dan lapisan pondasi bawah, antara lapis permukaan dengan tanah
    dasar kalau lapis pondasi atas tidak ada, yang terdiri dari batu/kerikil pecah yang mempunyai
    persyaratan tertentu.
    Lebar dan Tebal dari Lapisan Pondasi Atas Agregat sesuai dengan Gambar Rencana atau seperti
    yang ditetapkan oleh Direksi sesuai dengan keperluan. Sifat dari Lapis Pondasi Atas Agregat
    sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan mempunyai nilai struktural.

3. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas ( LASTON ATAS)
    Lapis Aspal Beton Pondasi Atas ( LASTON ATAS) adalah suatu jenis pondasi perkerasan jalan   
    yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur dan   
    dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu.
    Fungsi dari LASTON ATAS yaitu sebagai bagian dari perkerasan jalan yang meneruskan dan   
    menyebarkan beban dari lapis permukaan ke bagian konstruksi dibawahnya.
    Sifat dari Lapis Aspal Beton Pondasi Atas ( LASTON ATAS) yaitu :
    a. Mempunyai nilai struktural
    b. Bergradasi terbuka atau bergradasi kasar
    c. Kurang kedap air
    d. Harus diletakkan diatas pondasi bawah atau tanah dasar yang memenuhi persyaratan.
    e. Dapat mempercepat berfungsinya lalu lintas pada pembangunan bertahap.

4. Lapis Pondasi Atas Dengan Stabilisasi Semen
    Lapis Pondasi Atas Dengan Stabilisasi Semen adalah campuran yang terdiri dari tanah, semen   
    portland dan air yang dicampur secara merata, dipadatkan, dibentuk dan dibiarkan untuk beberapa
    waktu (curing) sesuai dengan spesifikasi dan dilaksanakan sesuai dengan Gambar Rencana.

5. Jalan Agregat Padat Tahan Cuaca ( JAPAT)
    Jalan Agregat Padat Tahan Cuaca ( JAPAT) adalah jenis jalan yang dimaksudkan untuk   
    mengutamakan berfungsinya dengan segera agar selalu mampu melayani lalu lintas umum,   
    menembus daerah baru atau menghidupkan jalan mati.
    Digunakan sebagai sasaran antara atau sasaran akhir, dan untuk mencapai pengadaan jaringan
    jalan yang seluas-luasnya pada tingkat kemampuan Dana yang terbatas.
    Sifat dari Jalan Agregat Padat Tahan Cuaca ( JAPAT) yaitu sebagai lapis penutup yang terdiri dari         tanah beragaregat, padat dan tetap berfungsi baik pada musim kemarau maupun musim hujan
       serta konstruksi jalan mengikuti aliyemen jalan lama.

6. Lapis Resap Pengikat (PRIME COAT)
    Lapis Resap Pengikat atau dikenal juga dengan nama PRIME COAT merupakan lapis tipis aspal
    cair dan digunakan pada permukaan lapis pondasi bawah dan lapis pondasi atas yang belum
    beraspal serta lapis tanah dasar yang telah selesai dikerjakan.

7. Lapis Pengikat (TACK COAT)
     Lapis Pengikat atau dikenal juga dengan nama TACK COAT merupakan lapisan tipis aspal cair
     yang digunakan pada permukaan lapisan perkerasan jalan yang sudah beraspal.

8. Laburan Aspal (BURAS)
     Laburan Aspal (BURAS) adalah suatu jenis lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang
     ditaburi pasir dengan ukuran butir maksimum 9 mm (3/8 inci), dan berfungsi untuk membuat
     permukaan perkerasan jalan menjadi tidak bedebu, kedap air dan tidak licin.
     Sifat dari Laburan Aspal (BURAS) yaitu tidak mempunyai nilai struktural.

9. Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU)
    Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU) merupakan lapis penutup perkerasan jalan yang terdiri dari
    lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam (tebal maksimum 20 cm).
    Sifat dari Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU) yaitu tidak licin, kedap air, kenyal dan tidak
    mempunyai nilai struktural.

10. Laburan Aspal Dua Lapis (BURDA)
      Laburan Aspal Dua Lapis (BURDA) adalah suatu jenis lapi penutup yang terdiri dari lapisan
      aspal yang ditaburi agregat, yang dikerjakan dua kali berturut-turut dengan gradasi seragam,   
      tebal  padat maksimum 35 mm dan berfungsi untuk membuat permukaan perkerasan jalan
      menjadi tidak berdebu, kedap air dan tidak licin.
      Sifat dari Laburan Aspal Dua Lapis (BURDA) adalah dapat dipergunakan untuk lalu lintas
      ringan sampai berat, kedap air, tidak licin dan kenyal serta tidak mempunyai nilai struktural.

11. Lapis Tipis Asbuton Murni (LATASBUN)
      Lapis Tipis Asbuton Murni (LATASBUN) adalah suatu jenis lapis penutup yang terdiri dari   
      campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara
      dingin, tebal padat 10 – 15 mm, dan berfungsi untuk membuat permukaan perkerasan jalan kedap
      air sehingga dapat mempertahankan kekuatan konstruksi sampai tingkat tertentu
      Sifat Lapis Tipis Asbuton Murni (LATASBUN) adalah kedap air, kenyal dan cukup awet, serta
      tidak mempunyai nilai struktural.

12. Lapis Asbuton Agregat (LASBUTAG)
       Lapis Asbuton Agregat (LASBUTAG) merupakan suatu lapis permukaan yang campuran terdiri               dari agregat, asbuton dan bahan pelunak, yang diaduk, dihampar dan dipadatkan dalam   
       keadaan dingin.
       Lapis Asbuton Agregat (LASBUTAG) dapat berfungsi sebagai lapisan permukaan dan lapisan   
       aus.
       Sifat Lapis Asbuton Agregat (LASBUTAG)
       a. Mempunyai nilai struktural
       b. Kedap air, kenyal dan tidak licin
       c. Kepadatan akhir dipengaruhi oleh volume lalu lintas sedang, dan
       d. Dapat dipergunakan untuk jalan dengan lalu lintas sedang.

13. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
      Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN) merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
      dan agregat pengunci  dengan gradasi terbuka dan diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan
      diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis.
      Apabila Lapis Penetrasi Makadam (Lapen) dipergunakan sebagai lapisan permukaan maka harus           diberi laburan aspal dengan agregat penutup.
      Fungis dari Lapis Penetrasi Makadam (Lapen) sebagai lapisan permukaan dan lapisan pondasi.
      Sebagai Lapis Permukaan Jalan, Lapis Penetrasi Makadam ( Lapen) mempunyai sifat-sifat   
      sebagai berikut:
      a. Lapen mempunyai nilai struktural
      b. Tidak kedap air
      c. Kenyal dan mempunyai permukaan yang kasar
      d. Dapat dipergunakan untuk lalu lintas ringan sampai sedang
      e. Kekuatan utamanya didapat dari saling mengunci antara agregat pokok dan agregat pengunci.

14. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
      Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) merupakan lapis penutup yang terdiri dari aspal keras dan
      pasir alam bergradasi menerus dicamputr, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dan
      berfungsi untuk membuat permukaan jalan menjadi rata, kedap air dan tidak licin.
      Sifat-sifat dari Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah kedap air, kenyal dan tidak
      mempunyai nilai struktural.

15. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON)/HRS
       Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran   
       antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang
       dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
       Sifat-sifat dari Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) yaitu kedap air, kekenyalan yang tinggi,
       awet dan tidak memiliki nilai struktural.

16. Lapis Aspal Beton (LASTON)/AC
      Lapis Aspal Beton (LASTON) merupakan suatu lapis permukaan konstruksi jalan yang terdiri
      dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar
      dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu sesuai dengan Spesifikasi.
      Sifat-sifat dari Lapis Aspal Beton (LASTON) yaitu mempunyai nilai struktural, kedap air,
      mempunyai stabilitas tinggi dan peka terhadap penyimpangan perencaan dan pelaksanaan.

17. Lapis Pondasi Agregat Kelas C (Waterbound Macadam)
      Lapis Pondasi Agregat Kelas C (waterbound macadam) merupakan suatu lapis permukaan jalan             yang terdiri dari agregat kelas C tanpa penutup aspal atau beton semen .

18. Asphal Treated Base (ATB)
      Asphal Treated Base (ATB) merupakan suatu lapis pondasi perkerasan jalan yang terdiri dari   
      campuran aspal dan agregat dan dicampur dengan perbandingan tertentu.
      Asphal Treated Base (ATB) mempunyai fungsi sebagai perkerasan jalan yang meneruskan dan
      menyebarkan beban lalu lintas kebagian konstruksi jalan bawahnya.
      Sifat – sifat dari Asphal Treated Base (ATB) yaitu kurang kedap air, open grade dan mempunyai
      nilai struktural.

19. Stone Mastic Asphalt (SMA)
      Stone Mastic Asphalt (SMA) merupakan jenis campuran beraspal panas yang dapat di
      pergunakan sebagai lapis permukaan jalan. Komposisi SMA terdiri dari 70-80 % agregate kasar,
      Pengisi 8-12 %, Pengikat 6.0-7.0% dan Serat 0,3 %.

20. Hot Rolled Aspal (HRA)
      Hot Rolled Aspal (HRA) merupakan campuran bergradasi senjang dengan sedikit agregat
      sedang  (2,36 – 10 mm), pasir, mineral halus,aspal dan sedikit agregat kasar.

Demikianlah penjelasan tentang Jenis Lapis Konstruksi Perkerasan Jalan. Semoga bermanfaat, Terimah Kasih. 
Baca Artikel...

Teknik Pengendali Dan Pengaman Banjir

Teknik pengendalian banjir merupakan salah satu dari strategi pengendalian banjir dalam pengaturan debit banjir yang dilakukan melalui kegiatan pembangunan prasarana pengendalian atau pengamanan banjir seperti tanggul banjir dan dinding penahan banjir, perbaikan dan pengaturan alur sungai, pembagi atau pelimpah banjir, bendungan dan waduk banjir, palung sungai, sistem drainasi pembuang, daerah retensi banjir, dan sistem polder.


Teknik Pengendali Dan Pengaman Banjir




A.Bangunan Prasarana Pengendali Banjir
Penjelasan dari masing-masing bangunan prasarana pengendali banjir diuraikan sebagai berikut :

1. Tanggul Dan Dinding Penahan Banjir
    Tanggul dan tembok banjir adalah penghalang sepanjang alur sungai yang direncanakan untuk
    menahan air banjir dalam alur sungai yang ada dan menghindari tumpahan keatas tanah rendah              yang  berdekatan. Tanggul dan tembok banjir berfungsi untuk melindungi fasilitas-fasilitas pada
    dataran banjir termasuk pemukiman, pengembangan industri dan pertanian.

    Tanggul biasanya dibangun dari bahan tanah, sementara tembok banjir dibuat dari beton, pasangan          batu dan baja. Tanggul dan tembok banjir sering merupakan bangunan pengendali banjir yang              paling ekonomis, jika tempat dataran banjir sukup jauh dari alur sungai, memungkinkan regim
    sungai akan mendekati alami.

    Tanggul atau tembok banjir menjadi cara pengendalian yang efektif dengan bangunan yang   
     memadai dalam keadaan berikut :
     a. Pada sungai yang besar dimana terdapat dataran banjir yang lebar dengan sedikit atau tanpa     
         permukiman atau pengembangan industri di dekat sungai,
     b. Pada suatu daerah atau wilayah perlu perlindungan lokal,
     c. Pada daerah pantai dimana banjir dipengaruh air pasang.


2. Perbaikan dan Pengaturan Alur Sungai
    Pekerjaan perbaikan dan pengatuaran alur sungai dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas                 angkut dari alur alami, atau memungkinkan elevasi air banjir lebih rendah daripada yang terjadi          alami.
    Pekerjaan perbaikan dan pengaturan alur sungai menyangkut hal berikut ini :
    a. Pendalaman dan atau pelebaran alur (termasuk pengerukan),
    b. Mengurangi kekasaran alur,
    c. Pelurusan atau pemendekan alur (sudetan),
    d. Mengatur pola aliran,
    e. Pengendalian erosi,
    f. Pengerukan.


3. Pengelak Banjir
    Pengelak banjir adalah pembuatan suatu saluran yang berfungi untuk membelokan sebagian atau            keseluruhan aliran sungai (membagi debit) untuk dialirkan dalam suatu saluran yang menjauhi            kota. Pengalihan aliran ini dapat dikembalikan lagi di sungai induk di hilir kota, dialirkan
    langsung ke laut atau dipindahkan kealiran sungai tetangganya yang masih dapat menampung.

    Bangunan ini sering berpintu dan ditempatkan sebagai berikut :
    a. Jika dasar sungai alam lebih rendah atau pada elevasi yang sama dengan dasar saluran pengelak,
        bangunan pengendali berpintu sering ditempatkan pada alur sungai alami dihilir pintu masuk   
        saluran. Dengan demikian air bisa dibelokan ke alur alami selama periode aliran rendah untuk               memenuhi kebutuhan air dibagian hilir.
     b.Jika alur pengelak pada elevasi yang lebih rendah dari dasar sungai alami bangunan berpintu   
        (misalnya bendung pelimpah) kadang-kadang ditempatkan pada pintu masuk saluran, dan     
        direncanakan untuk membelokan dari sistem sungai sejumlah debit yang bisa dikontrol.


4. Waduk Pengendali Banjir (Flood Control Reservoir)
     Waduk pengendali banjir adalah bangunan yang berfungsi menahan semua atau sebagian air       
     banjir dalam tampunganya dan mengalirkan sesuai dengan kapasitas sungai. Sistem spillway     
     umumnya dibangun sebagai bagian dari waduk, dimana berfungsi untuk melepaskan bagian
     banjir yang tidak bisa ditampung. Tampungan puncak banjir dalam waduk akan mengurangi debit          dan elevasi muka air banjir dibagian hilir waduk.

     Tingkat perlindungan banjir dari waduk ini tergantung dari hubungan beberapa faktor yaitu   
      karakteristik puncak banjir, kapasitas tampungan dan operasi bangunan outlet spillway. Waduk
     yang lebih besar mampu untuk menampung seluruh volume banjir, yang dapat disimpan untuk
      kegunaan di masa yang akan datang secara terkendali.Waduk yang lebih kecil hanya bisa
     menampung sebagian volume banjir, tetapi dapat meredam puncak inflow, sehingga terjadi   
     pengurangan outflow melewati spillway.

     Dalam beberapa kasus spillway berpintu atau bangunan outlet memungkinkan operator untuk
     menurunkan muka air waduk sebelum terjadinya banjir, sehingga tersedia kapasitas tampungan                tambahan untuk menampung banjir (misalnya: Dam Sutami dan Wonogiri).
     Peramalan dan pemantauan banjir yang andal adalah perlu untuk mendapatkan keuntungan penuh
     dari tampungan banjir yang tersedia, baik di bawah dan di atas elevasi muka air waduk pada     
     keadaan beroperasi penuh.


5. Waduk Retensi
    Waduk retensi digunakan untuk menampung dan menahan sebagian atau semua air banjir dihulu 
    wilayah yang rawan banjir, tampungan bersifat sementara dan berpengaruh mengurangi laju aliran          dan tinggi muka air banjir dibagian hilir daerah pengaliran sungai.

    Seperti waduk-waduk yang lain, tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik   
    hidrograf banjir, tersedianya volume tampungan, dan dinamika tiap bangunan yang berkaitan   
    dengan waduk pengendali banjir serta bangunan outlet. endung urugan ketiggian rendah atau
    bendung pengelak kadang-kadang dibangun melintang alur air untuk membelokan aliran ke
    waduk retensi.

     Spillway dan fasilitas outlet yang memadai disediakan untuk melindungi bendungan dari
     overtoping dan untuk pengendalian debit dari waduk, dalam beberapa kasus air dibelokan ke   
     tanah pertanian yang lebih rendah dibelakang tanggul, outflow bisa dikontrol dengan
     bangunan berpintu yang digabung dengan tanggul.

     Waduk retensi sering sangat sesuai untuk aliran banjir bandang (banjir besar yang datang secara
     tiba-tiba), umumnya memerlukan lahan yang relatif luas berdekakatan dengan sungai dan harus
     mempunyai volume tampungan yang memadai untuk menampung puncak banjir yang masuk.
     Lokasi yang cocok untuk waduk retensi biasanya di dataran rendah,  termasuk rawa-rawa dan
     daerah pertanian.


6. Sistem Drainase Pembuang
    Sistem drainase pembuang berfungsi untuk memindahkan air dari suatu daerah rawan banjir akibat          drainase alam yang kurang bagus atau adanya gangguan manusia.

    Sistem drainase ini berfungsi untuk memindahkan air dari daerah rawan banjir akibat drainase   
    alam yang jelek atau gangguan manusia. Drainase sistem grafitasi bisa terdiri dari alur terbuka
    atau pipa terpendam yang outletnya ke alur air alam.

    Sebagai tambahan pompa diperlukan jika tinggi muka air dalam alur penerima air terlalu tinggi   
    atau terpengaruh oleh fluktuasi yang disebabkan oleh banjir atau air pasang. Bangunan outlet
    dari sistem darainase pembuang ini bisa terdiri dari bangunan outlet dengan sistem grafitasi atau                pompa.

7. Sistem Polder
    Sistem Polder adalah suatu sistem dalam pembuangan air banjir disuatu daerah yang tidak dapat   
    mengalirkan secara grafitasi ke alur sungai atau langsung ke laut dikarenakan pengaruh air pasang.

    Dengan adanya tanggul di kiri dan kanan sungai maka daerah rendah sepanjang sungai tidak dapat
    mengalirkan airnya secara grafitasi ke sungai tersebut, dengan demikian daerah-daerah ini akan
    merupakan daerah tertutup yang disebut dengan istilah polder.

    Drainase didalam daerah Polder ini harus dilakukan dengan menampung di dalam waduk dan   
    selanjutnya   dilakukan pembuang dengan memompa atau menunggu surutnya muka air sungai
    atau laut.


B. Pemilihan Alternatif Penanganan Banjir

Pemilihan alternatif dalam penanganan banjir merupakan suatu sistem yang harus di laksanakan.
Untuk itu ada beberapa tahapan yang harus di lalui yaitu melaksanakan survey, pengolahan serta analisa data. Pemilihan alternatif dalam penanganan banjir dapat dilihat pada diagram berikut ini.


Bagan Pengendali Banjir


Demikianlah penjelasan singkat dari Teknik Pengendali Dan Pengaman Banjir. Semoga bermanfaat dan Terimah kasih.

Baca Artikel...

Skema Sistem Jaringan Irigasi

Sarana dan prasarana irigasi merupakan salah satu unsur sarana produksi dalam panca usaha tani dimana sarana dan prasarana tersebut sangat dibutuhkan oleh petani guna menunjang upaya peningkatan produksi pertanian.

Jaringan irigasi merupakan salah satu prasarana irigasi yang terdiri dari atas bangunan dan saluran air beserta pelengkapnya (Kartasaputra 1991). Jaringan irigasi menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi.

Skema Sistem Jaringan Irigasi


Skema sistem jaringan irigasi dibuat untuk menjelaskan bagan jaringan layanan yang direncanakan didalam lingkup Daerah Irigasi (DI). Pembagian daerah layanan dalam skema sistem jaringan utama irigasi dilakukan hingga pada tingkat blok tersier yang akan dilayani secara langsung oleh jaringan saluran primer dan saluran sekunder.

Bedasarkan fungsi saluran maka jaringan irigasi dibagi menjadi 3 (tiga) jaringan yaitu :
1. Jaringan Irigasi Primer yaitu bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas bangunan utama,
    saluran induk/primer, saluran pembuang, bangunan bagi, bangunan bagi sadap dan bangunan
    pelengkap.
2. Jaringan Irigasi Sekunder merupakan bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
    saluran sekunder, saluran pembuang, bangunan bagi, bangunan bagi sadap dan bangunan   
    pelengkapnya.
3. Jaringan Irigasi Tersieri bagian dari jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan   
    irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuater dan saluran pembuang,
    box tersier, box kuater serta bangunan pelengkapnya.

Pemberian nama jaringan saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani. Begitu juga untuk saluran sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa yang terletak di petak sekunder. Petak sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya.

Skema sistem jaringan irigasi dibuat menjadi 1 (satu) bagian. Untuk penamaan petak tersier dilakukan bedasarkan jaringan saluran layanan. Dengan nomor urut dimulai dari hulu ke hilir. Penamaan Nomen klatur petak tersier dilengkapi dengan posisi petak tersier yang berada di sisi kiri atau sisi kanan. Salah satu contoh untuk penamaan petak tersier yaitu :

Penamaan Petak Saluran Tersier


Skema Bangunan

Untuk penamaan skema bangunan dibuat harus menjelaskan bagan, jenis bangunan, serta nomenklatur bangunan yang direncanakan. Untuk gambar skema bangunan harus dijelaskan posisi  atau jarak langsung bangunan dari titik awal stasiun. Penamaan nomenklatur bangunan dilakukan bedasarkan jaringan saluran layanan, dengan nomor urut dimulai dari arah hulu ke hilir.

Penamaan Bangunan Jaringan Irigasi




Didalam suatu sistem jaringan irigasi dapat dibedahkan adanya empat unsur fungsional pokok yaitu
Bangunan Utama, Jaringan Pembawa, Petak Tersier dan Sistem Pembuang.

Bangunan Utama

Bangunan utama merupakan komplek bangunan yang direncanakan melintang pada sungai atau aliran sungai untuk membelokan air kedalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk berbagai keperluan. Komplek yang ada di dalam bangnan utama meliputi Bangunan bendung, Bangunan pengambilan, Bangunan pembilas (penguras), Kantong lumpur, Perkuatan sungai dan Bangunan-bangunan pelengkap.

Bangunan pengambilan (intake) berfungsi untuk memblokir air dari sungai ke saluran dalam jumlah yang telah ditentukan. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu (gate) dan bagian depanya terbuka untuk menjaga bila terjadi muka air tinggi selama banjir.

Kantong lumpur merupakan bangunan pelengkap atau bagian dari bangunan utama yang berfungsi untuk mengelakan angkutan sedimen dasar dan fraksi pasir yang lebih besar agar tidak masuk ke jaringan irigasi.

Jaringan Pembawa

Jaringan pembawa terdiri dari jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan saluran utama terdiri dari saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari atas saluran serta saluran kuarter di petak tersier. Dalam saluran tersebut dilengkapi dengan saluran pembagi, bangunan sadap tersier, bangunan bagi sadap dan bok–bok tersier. Dalam saluran primer atau sekunder dilengkapi dengan bangunan pengatur muka dan pada saluran pembawa dengan aliran super kritis dilengkapi bangunan terjun, got miring. Pada saluran pembawa sub kritis dilengkapi dengan bangunan talang, sipon, jembatan sipon, bangunan pelimpah, bangunan penguras, saluran pembuang samping dan jalan jembatan

Petak Irigasi 

1. Petak primer, terdiri dari beberapa petak sekunder yang airnya mengambil dari sumber air
    (sungai) berupa bendung, bendungan, rumah pompa, dll. Bila satu bendung terdapat dua pintu
    (intake) kiri dan kanan, maka terdapat dua petak primer.
2. Petak sekunder, terdiri dari kumpulan petak-petak tersier yang mengambil air dari satu pintu di 
    bangunan bagi. Luas petak sekunder ini tidak terbatas tergantung dari topografi lahan yang ada.   
    Salurannya sering terletak di punggung medan, sehingga air tersebut dapat dialirkan ke dua sisi
    saluran.
3. Petak tersier, suatu lahan seluas maksimum 60 ha, yang berisikan petak-petak kuarter yang
    luasnya maksimum 10 ha, yang mengambil air dari satu pintu bangunan sadap. Petak tersier ini   
    dilengkapi pula dengan boks-boks tersier, kuarter, saluran pembawa tersier, kuarter, cacing,
    saluran pembuang, serta bangunan silang seperti yang ada di jaringan irigasi.

Jaringan irigasi menurut kelengkapan bangunannya dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Jaringan Irigasi sederhana, yaitu suatu sistem jaringan irigasi yang diusahakan secara mandiri     
    oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam
    mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Jaringan irigasi sederhana sangat mudah
    diorganisasikan karena menyangkut pemakai air yang belatar belakang sosial sama. Sedangkan 
    kelemahan dari jaringan irigasi sederhana yaitu terjadinya pemborosan air karena banyak air
    yang terbuang. Aur yang didistribusikan tidak selalu mencapai lahan sawah.

2. Jaringan Irigasi   semi   teknis, bangunan   utama/bendung   yang terletak  di  sungai  dilengkapi 
    dengan  pintu  pengambilan dan bangunan ukur, dan kadang-kadang dilengkapi pula dengan
    bangunan permanen pada jaringan irigasinya.

3. Jaringan Irigasi   teknis,  jaringan  irigasi  ini  terdapat  pemisahan antara saluran pembawa dan   
    pembuang, setiap bangunan pembagi dan bangunan sadap selalu dilengkapi dengan alat ukur       
    debit. Pengukuran dan pengaturan dilakukan dari bangunan sadap sampai ke petak tersier.

Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.

Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir. Saluran sekunder merupakan cabang dari saluran induk, atau dapat juga cabang dari saluran sekunder lainnya.

Demikianlah penjelasan tentang skema sistem jaringan irigasi semoga bermanfaat, terimah kasih.
Baca Artikel...