Program Mutu Pekerjaan Supervisi Konstruksi

Sebelum membahas tentang Program Mutu pekerjaan Supervisi Konstruksi, alangka baiknya kita mengetahui apa itu Program Mutu...???

Program Mutu adalah rencana mutu pelaksanaan kegiatan yang disusun oleh Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi dalam hal ini Konsultan Supervisi yang merupakan dokumen penjaminan mutu terhadap pelaksanaan proses kegiatan dan hasil kegiatan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kontrak pekerjaan.

Program Mutu Pekerjaan Supervisi Konstruksi


Penjelasan secara umum bahwah program mutu baik itu yang dilaksankan pada  Pelaksaan pekerjaan Konstruksi atau Supervisi Konstruksi berlaku pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Di pembahasan artikel ini saya membahas khusus Program Mutu Supervisi Konstruksi. 

Setelah menerima Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK),maka konsultan Supervisi menyusun Program Mutu. Selama proses menyusun program mutu konsultan supervisi melaksanakan asistensi isi dari program mutu kepada pejabat yang ditunjuk dari Dinas. 

Setelah selesai disusun program mutu, langka selanjutnya yaitu program mutu di bahas dalam Rapat Persiapan Pelaksanaan pekerjaan (Kick of Meeting). Konsultan supervisi sebelum memulai pelaksanaan pekerjaan hasil program mutu yang telah selesai perlu disahkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). 

Program Mutu merupakan dokumen yang dinamis, dapat direvisi apabila terjadi perubahan persyaratan dalam pelaksanaan pekerjaan agar tetap memenuhi persyaratan hasil pekerjaan.


KOMPONEN PROGRAM MUTU


1. Informasi Pekerjaan
Informasi Pekerjaan yaitu penjelasan mengenai nama paket kegiatan, kode dan nomor kontrak, sumber dana, lokasi, lingkup pekerjaan, waktu pelaksanaan dan nama pengguna dan penyedia jasa konsultansi.


2. Organisasi Kerja
Struktur organisasi menggambarkan hubungan kerja antara penyedia jasa dan pengguna jasa, dan menjelaskan keterkaitan/alur instruksi dan koordinasi pihak-pihak dalam pelaksanaan kegiatan (internal penyedia jasa). Dilengkapi dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang dari tiap-tiap tenaga ahli agar jelas siapa berbuat apa dan menghindari terjadinya tumpang tindih (overlapping) kegiatan.


3. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Jadwal pelaksanaan pekerjaan berisi mengenai informasi terkait rentang waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setiap tahapan kegiatan yang dimulai dari persiapan, implementasi, dan pelaporan. Informasi yang dimaksud mencakup jadwal peralatan dan jadwal penugasan personel.

4. Metode Pelaksanaan
Metode Pelaksanaan yaitu gambaran umum tentang apa yang akan dikerjakan oleh Konsultan dan alur/tahapan proses pekerjaan yang meliputi:
   a. Penjelasan bagaimana pelaksanaan tiap tahapan pekerjaan (untuk tahapan penting)
   b. Input yang digunakan dalam setiap tahapan proses, beserta output yang dihasilkan.
   c. Cek/kontrol yang dipergunakan untuk memastikan bahwa tahapan proses dapat diterima.


5. Pengendalian Pekerjaan
Pengendalian pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia jasa untuk memastikan agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan perencaan kegiatan dengan metode kerja, jadwal penugasan tenaga ahli, dan acuan/persyaratan yang digunakan. Dapat menggunakan alat bantu berupa ceklist/daftar simak.

6. Laporan Pekerjaan
a. Dalam komponen laporan pekerjaan dijelaskan mengenai jadwal rencana penyerahan 
    laporan pekerjaan beserta poin-poin yang akan disampaikan dalam laporan.

b. Jenis-jenis laporan sesuai dengan persyaratan dalam dokumen kontrak, secara umum meliputi:
    1. Laporan Pendahuluan
        Berisi pemahaman terhadap apa yang diminta di dalam kontrak, dan rencana 
        kerja/metode kerja untuk mencapai sasaran yang diharapkan dalam kontrak. 
        Laporan ini diserahkan kepada pemberi tugas 1 (satu) bulan sejak SPMK. 
        Laporan pendahuluan dibahas dengan direksi pekerjaan dan instansi 
        lain yang terkait.
    2. Laporan Bulanan 
        Laporan kegiatan konsultan selama pelaksanaan konstruksi
    3. Laporan Antara
        laporan kegiatan konsultan selama paruh waktu, berisi pengumpulan 
        data primer maupun sekunder, analisa sementara. 
        Laporan ini diserahkan kepada pemberi tugas pada pertengahan 
        waktu pelaksanaan kontrak.
    4. Laporan Triwulan
        Berisi laporan kegiatan konsultan secara menyeluruh dan dibuat per 3 bulan.
    5. Laporan Akhir
        Berisi laporan kegiatan konsultan secara menyeluruh mulai dari pengumpulan data, 
        analisa, kesimpulan dan saran/masukan. Laporan ini diserahkan pada akhir kontrak.
     

FORMAT PROGRAM MUTU


1.  Cover dari Program Mutu Pekerjaan Pengawasan/Supervisi ...............
2.  Lembar Pengesahan
3.  Daftar Isi

4.  BAB 1  - INFORMASI PEKERJAAN

5.  BAB II - ORGANISASI PEKERJAAN
                      2.1. Struktur Organisasi Penyedia Jasa 
                             (pelaksana paket pekerjaan yang terkait saja)
                     2.2. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang
                              Di – isi dengan :
                              Uraian Tugas, Tanggung jawab dan Wewenang dari Penyedia Jasa 
                              Sesuai dengan Struktur Organisasi dan dimuat dalam tabel. 

 Catatan : Kebutuhan tenaga ahli menyesuaikan persyaratan dalam kontrak

6.  BAB III - JADWAL PEKERJAAN

                      Tentang Progres Laporan Mingguan dan Bulanan yang dimuat dalam  
                        bentuk tabel.

7.  BAB IV  - METODE PELAKSANAAN

                     4.1. Bagan Alir Pekerjaan
                             Bagai alir pekerjaan menjelaskan tahapan aktifitas Konsultan yang 
                             dimulai dari persiapan, implementasi, sampai dengan pelaporan 
                             dan menjelaskan pemeriksaan  ada aktifitas yang memerlukan 
                             pemeriksaan. Pelaksanan setiap tahapan aktivitas dilaksanakan 
                             sesuai prosedur/intruksi kerja yang digunakan dan dimuat 
                             dalam tabel.

                     4.2. Rencana Kerja
                            Rencana kerja menjelaskan metode/strategi Konsultan dalam 
                            melaksanakan setiap aktifitas sesuai bagan alir diatas. 
                            Strategi ini dimaksudkan untuk mencapai target yang optimal.
                            Rencana Kerja dimuat dalam tabel.
  

8.  BAB V   -  PENGENDALIAN PEKERJAAN

                       5.1. Jadwal Personil Inti dan Pendukung
                              Dimuat dalam tabel sebagai berikut:

                       5.2. Checklist Kegiatan Konsultan Pengawas
                              Checklist kegiatan konsultan yaitu untuk memastikan bahwa seluruh 
                              lingkup pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan persyaratan 
                              dalam kontrak. Checklist Kegiatan Konsultan Pengawas dimuat 
                              dalam tabel.


9.  BAB VI  - PELAPORAN                      

Laporan yang harus buat oleh Konsultan Supervisi sesuai dengan persyaratan yang ada dalam  dokumen kontrak, secara umum meliputi:

1. Laporan Pendahuluan:
2. Laporan Bulanan
3. Laporan Antara
4. Laporan Triwulan
5. Laporan Akhir
6. Laporan Album Dokumentsi


Untuk Jadwal Penugasan Personil di BAB V - PENGENDALIAN PEKERJAAN dibuat dalam bentuk form tabel sebagai berikut:

Form Jadwal Penugasan Personil Konsultan Supervisi


Demikianlah penjelasan tentang Program Mutu Pekerjaan Supervisi Konstruksi, semoga bermanfaat terimah kasih.
Baca Artikel...

Desain Struktur Bangunan Pengendali Banjir

Usaha pengendalian banjir merupakan konservasi air permukaan yang tersediah secara alami melalui pengelolaan tampungan permukaan dan proses mendistribusikan air yang tersedia sesuai dengan kebutuhan.

Desain Struktur Bangunan Pengendali Banjir


Pada prinsipnya ada 2 metode dalam udaha untuk pengendalian banjir yaitu Metode Struktur dan Metode Non-Struktur. Pada masa lalu metode struktur lebih diutamakan dibandingkan dengan metode non-struktur. Namum dengan laju perkembangan dibeberapa negara, usaha pengendalian banjir berubah dengan lebih dahulu mengutamakan metode non-struktur baru ke metode struktur.  

Desain struktur bangunan pengendali banjir antara lain seperti tanggul banjir, bendungan, pembuatan check dam, bangunan penangkap sedimen, bangunan pengurang kemiringan sungai dan lain-lain.

Pada struktur desain bangunan pengendali bajir harus diperhatikan tahapan-tahapan sebagai berikut:

A. ANALISA PEMBEBANAN 

Dimensi awal penampang bangunan pengendali banjir hasil perhitungan harus mampu menahan Beban Luar yang bekerja pada bangunan pengendali banjir.
Adapun Gaya-gaya luar yang bekerja pada bangunan pengendali banjir yaitu:

1.Berat Sendiri
2.Tekanan Air Statik
3.Tekanan Sedimen
4.Gaya Angkat
5.Gaya Inertia pada Waktu Gempa
6.Tekanan Air Dinamik pada Waktu Gempa

Penjelasan dari Gaya-gaya Luar pada bangunan pengendali banjir sebagai berikut:

1. Berat Sendiri

Rumus : W = yc x A

Dimana : W = Berat Sendiri Bangunan (per m') 
yc = Berat Volume Air (T/m3)
A = Volume (m3)
Catatan :
Harga  Yc biasanya diambil 2,35 T/m3 untuk dam beton


2. Tekanan Air Statik

  P = yo  x Hw

Dimana :

P = Tekanan air statik pada titik yang dalamnya hw (T/m3)
yo = Berat Volume Air ( T/m3 )
Hw = Dalamnya Air (m)

Harga Yo dapat diambil sebagai berikut :
yo = 1.0 T/m3 pada H > 15 m
yo = 1.2 T/m3 pada H < 15 m

Nilai diatas adalah berat volume air dengan anggapan terjadi penambahan tekanan air termasuk faktor-faktor lain dari gaya-gaya luar dengan maksud untuk memudahkan proses perhitungan.Dengan anggapan tersebut, harus diingat bahwa anggapan ini untuk memperoleh angka keamanan yang lebih besar. 

3.Tekanan Sedimen

Tekanan Sedimen





Tinggi sedimen (he) adalah dengan anggapan setelah selesai pembuatan bangunan pengendali sedimen terjadi endapan di hulu main dam.

Ce = 0,3
Y = 0,3 – 0,4
Ysi = 1,5 – 1,8 (T/m3)
Yo = 1,0 (T/m3)


4. Gaya Angkat

    Rumus :

Ux = h2+G X ∆h x (1-X)/y0

    Dimana :
Ux = gaya angkat pada titik x (t/m3 )
H2 = tinggi air di hilir (m)
G = koefisien uplift
h = h1 – h2
h1 = tinggi air di hulu (m)
x = panjang garis rembesan (m)
I = I = b2 = untuk ini (m)
B2 = tebal dam pada dasar (m)
y0 = berat volume air
koefisien uplift (µ) antara 0,3 – 1,0
dalam prektek diambil µ = 0,33

Secara umum, perbedaan gaya angkat pada BPB di atas fondasi terapung dan fondasi di atas batuan dasar sangat besar. Meskipun demikian konstruksi pada fondasi terapung dengan banjir menengah atau kecil, disamping lapisan bawah dari fondasi terapung sebagian besar terdiri lapisan setengah padat (semi solid) yang sudah mengkonsolidasi.

5. Gaya Inertia pada Waktu Gempa

   Rumus :
          I= k x W

   Dimana:
       I = gaya inertia beda horizontal pada dam karena gempa (T/m)
      K = koefisien gempa
     W = berat sendiri dam per m’ (T)

Koefisien gempa didasarkan pada kondisi geologi dan sekitarnya.


Koefisien Gempa






Rumus Zanger

Rumus Zanger


 

Dimana:
Px = tekanen air dinamik pada titik x (T/m2)
Pcl = tekanan air dinamik total dari muka air sampai titik x (T/m2)
y0 = berat volume air (T/m3)
K = koefisien seismic
H0 = dalamnya aie dari muka air sampai fondasi (m)
hx = tinggi air dari muka air sampai titik x (m)
Cm = nilai C tergantung pada nilai maksimum Px (nilai Cm merupakan fungsi q,sudut  kemiringan hulu)
Hd = jarak vertical dari titik x sampai Pd
N/I = koefisien
C = koefisien tekanan air dinamik


Pada bagian hulu dari badan main dam biasanya mempunyai kemiringan terhadap vertical seperti yang diuraikan di atas, biasanya dalam perencanaan digunakan rumus Zenger. Rumus Westerguard sering juga digunakan dan memberikan hasil yang lebih besar.


6. Tekanan Air Dinamik pada Gempa

        F = 0,153 x h x V2

        P = 48,2 VS.1,2 x R2 x U-1

      Dimana:
             F = tekanan air (t/m)
             P = benturan oleh batu-batuan besar (t/m)
             h = tinggi aliran debris (m)
             V = kecepatan aliran debris (m/dt)
            R = jari-jari batu (m)
            D = berta volume dam (t/m2)

Untuk maksud perencanaan, gaya-gaya luar ini kecuali berat sendiri bangunan akan dikombinasikan dengan keadaan sebagai berikut:


Gaya yang bekerja pada bangunan



B. ANALISA STABILITAS

Analisa Stabilitas harus diperhitungakn terhadap Gaya-gaya  yang bekerja pada bangunan pengendali banjir yaitu:
1.Stabilitas Terhadap Guling
2.Stabilitas Terhadap Gaya Geser
3.Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah
4.Bagan Alir Desain Bangunan Pengendali Banjir

Penjelasan dari gaya pada bangunan pengendali banjir sebagai berikut:

1. Stabilitas Terhadap Guling
Bangunan pengendali banjir harus direncanakan memiliki ketahanan terhadap momen guling yang bekerja.
Faktor aman terhadap momen guling didefinisikan sebagai berikut:

Stabilitas Terhadap Guling







2. Stabilitas Terhadap Gaya Geser
Bangunan pengendali banjir harus direncanakan memiliki ketahanan terhadap Gaya Geser yang bekerja.
Faktor aman terhadap Gaya Geser didefinisikan sebagai berikut:

Stabilitas Terhadap Gaya Geser










3. Stabilitas Daya Dukung Tanah
Tegangan maksimal yang bekerja pada dasar pondasi bangunan pengendali banjir tidak boleh melebihi tegangan atau   daya dukung tanah yang diijinkan, dan tegangan minimal harus lebih besar dari nol (Pondasi tidak boleh menahan tegangan tarik).

Tegangan pada dasar pondasi dihitung menggunakan persamaam sebagai berikut :

Stabilitas Daya Dukung Tanah pada bangunan pengendali banjir












Fator aman yang disyaratkan pada kondisi debit banjir dan debit rendah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  Persyaratan Faktor Aman Bangunan Pengendali Banjir


















4. Bagan Alir Desain Bangunan Pengendali Banjir


  Flow Chart Perencanaan Struktur Bangunan Pengendali Banjir



Flow Chart Perencanaan Struktur Bangunan Pengendali Banjir



Demikianlah penjelasan singkat dari Desain Struktur Bangunan Pengendali Banjir.Semoga bermanfaat dan Terimah kasih.
Baca Artikel...

Ilmu Mekanika Tanah

Mekanika Tanah merupakan bagian dari Geoteknik yang merupakan salah satu cabang dari ilmu Teknik Sipil. Istilah Mekanika Tanah di populerkan oleh Karl von Terzaghi tahun 1925. Melalui buku hasil karyanya yaitu "Erdbaumechanik  auf  bodenphysikalicher  Grundlage" ( Mekanika Tanah bedasar pada Sifat-Sifat Dasar Fisik Tanah) yang membahas prinsip-prinsip dasar dari ilmu mekanika tanah modern dan menjadi dasar bagi studi-studi lanjutan ilmu. Dalam perkembangannya bidang mekanika tanah Terzaghi dikenal sebagai Bapak Mekanika Tanah.

Berikut pembagian Tanah yang terdiri dari tiga fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Pada gambar berikut dapat dilihat 3 fase dari elemen tanah.

Mekanika Tanah



Hubungan volume-berat :

V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va

Dimana :
Vs = volume butiran padat
Vv = volume pori
Vw = volume air di dalam pori
Va = volume udara di dalam pori


Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan :

W = Ws + Ww

Dimana :
Ws = berat butiran padat

Ww = berat air


Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah angka pori (void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of saturation).

1. Angka Pori
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume butiran padat, atau :

           e = Vv / Vs


2. Porositas
Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume tanah total, atau :

          n = Vv / V

3. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan volume pori, atau :

        S = Vw / Vv

4. Kadar Air
Kadar air atau water content (w) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki, yaitu :

        w = Ww / Ws

5. Berat Volume
Berat volume (?) didefinisikan sebagai berat tanah per satuan volume.   áµž = w/v


6. Berat spesifik
Berat spedifik atau Specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat satuan butir dengan berat satuan volume.



Batas Konsitensi Tanah

Salah satu seorang ilmuwan berkebangsaan Swedia bernama Atterberg yang berhasil mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir  halus pada kadar air yang bervariasi sehingga batas konsistensi tanah disebut Atterberg Limits.

Fungsi dan kegunaan dari atterberg limits dalam perencanaan yaitu untuk memberi gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan compressiblitynya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatanya.

Batas-batas konsistensi tanah dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Batas-batas konsistensi tanah


1. Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan keadaan plastis.
2. Batas plastis ( PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis.
3. Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, dimana tanah tersebut dalam keadaan plastis, atau :

  PI = LL - PL


Indeks Plastisitas (IP) menunjukkan tingkat keplastisan tanah. Apabila nilai Indeks Plastisitas tinggi, maka tanah banyak mengandung butiran lempung.


Klasifikasi jenis tanah menurut Atterberg berdasarkan nilai Indeks Plastisitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


nilai Indeks Plastisitas



Demikianlah artikel tentang ilmu mekanika tanah, semoga bermanfaat terimah kasih.

Baca Artikel...

Metode Kerja Pekerjaan Turap Beton

Sebelum memulai suatu pekerjaan kontraktor harus mempersiapkan semua yang menyangkut dalam pekerjaan tersebut. Sumber daya yang harus dipersiapkan mulai dari tenaga kerja (pekerja), peralatan dan bahan material. Selain itu kontraktor harus mempersiapkan Metode kerja yang mana ini sangat penting khusus saat pelaksanaan pekerjaan di lapangan.


Pengadaan dan Pemancangan Sheet Pile Type FPC 320 C500




1. Pekerjaan Persiapan

Sebelum pelaksaan fisik dimulai, terlebih dahulu dilakukan pekerjaan persiapan sebagai berikut:
a. Sosialisasi dan perijinan ke Pemda setempat dan pihak terkait dalam hal ini Dinas yang mengeluarkan pekerjaan.
b. Survey lokasi untuk fasilitator, kantor lapangan, base camp, gudang dan workshop .
c. Membuat atau menyediahkan fasilitas lain seperti Direksi Keet beserta bangunan lainnya (Sesuai gambar Kerja) yang dibutuhkan selama pekerjaan berlangsung.
d. Pembuatan dan pemasangan papan nama proyek yang ukuran dan redaksionalnya sesuai petunjuk Direksi.
e. Mobilisasi personil dan peralatan yang dibutuhkan selama pelaksanaan pekerjaan.
f. Mempersiapkan pembuatan jalan kerja untuk akses peralatan ke lokasi dan termasuk pula rencana pengaturan lalu lintas di dalamnya.
g. Pembersihan semak belukar dengan menggunakan alat Buldozer dan hasil dari pembersihan dikumpulkan di satu sisi batas bangunan, kemudian diangkut dengan alat excavator dan dibuang dengan dump truck ke lokasi pembuangan yang telah di tentukan. 

2. Pengadaan Sheet Pile Type FPC 320 C500

a. Untuk mempelancar dan memudahkan material Sheet Pile masuk ke lokasi kerja maka perlu dibuat akses jalan ke lokasi kerja.
b. Mobilisasi material Sheet Pile dari pabrik ke lokasi kerja menggunakan truck trailer.
c. Proses penurunan material Sheet Pile dan menumpuk dilokasi harus sesuai kebutuhan dan space  yang ada dengan menggunakan Service Crane yang telah disiapkan dilokasi.
d. Dalam pelaksanaan pengadaan yang harsu diperhatikan adalah Handling Method.
e. Cara pengangkatan CSP, pengangkatan dibuat dengan 2 atau 4 titik ikat. Dalam hal ini 2 titik angkat, kedudukan seling baja harus berada pada 2/10 dari total panjang dari kedua ujung tiang pancang.
f. Ilustrasi dari proses penurunan material sheet pile lihat pada gambar berikut.


Pengadaan Sheet Pile Type FPC 320 C500




3. Pemancangan Sheet Pile Type FPC C500

Pemancangan Sheet Pile menggunakan Vibro Hammer. Pemancangan Sheet pile dilaksanakan sesuai dengan ukuran atau   kedalaman sesuai yang ditunjukan dalam gambar kerja dan telah disetujui oleh Direksi. Wire Rope (Seling Baja) harus diperiksa terlebih dahulu secara hati-hati dan seling layak dipakai selama proses pemancangan. Ketika proses pengangkatan dan penurunan 2 titik penyangga harus sama tinggi dan cara 1 titik angkat sama sekali dilarang.

Metode kerja pemancangan sheet pile yaitu:
a. Crane diletakkan pada posisi titik pancang yang tekah direncanakan.
b. Tiang pancang ditarik atau diangkat sesuai dengan syarat penarikan/pengangkatan yang diizinkan untuk ditempatkan pada posisi yang lurus terhadap sumbu vibro hammer.
c. Tiang harus diangkat dan diturunkan secara bertahap sedemikan hingga tidak memberikan goncangan pada tiang.
d. Posisi titik angkat pada saat erection (pemancangan) titik angkat pada saat erection, ditentukan 3/10 total panjang tiang dari bagian atas dan titik angkat ini harus ditandai pada tiang.
e. Saat erection tiang pancang berada di ujung atas rig.
f. Setelah erection tiang pancang telah berhasil bisa dimulai pekerjaan pemancangan.
g. Pemancangan tiang pancang akan dimulai setelah konfirmasi posisi lurus terpenuhi.
h. Penggetaran pada pemancangan pertama harus dilakukan dengan softblow driving untuk memastikan bahwa arah pemancangan sudah benar atau sesuai.
i. Mulainya pemancangan untuk setiap tiang pancang adalah penggetaran berlangsung kontinyu sampai tiang pancang mencapai kedalaman tanah yang diharapkan.
j. Ilustrasi proses pemancangan material sheet pile lihat pada gambar berikut



Metode Kerja Pemancangan Sheet Pile Type FPC C500


Demikianlah penjelasan Metode Kerja Pekerjaan Turap Beton. Semoga bermanfaat, terimah kasih.
Baca Artikel...

Teropong Sebagai Alat Bidik Pada Alat Ukur Tanah

Pada penjelasan sebelumnya yaitu tentang Lensa yang merupakan bagian pada alat ukur tanah, maka pada penjelasan kali ini dibahas tentang Teropong sebagai alat bidik pada alat ukur tanah. Teropong dalam bentuk paling sederhana terdiri atas dua lensa. Lensa di muka dinamakan lensa obyektif (lensa benda) dan dibelakang dinamakan lensa okuler (lensa mata).

Teropong Sebagai Alat Bidik Pada Alat Ukur Tanah


Dua lensa ini ditempatkan sedemikian rupa, sehingga kedua sumbu optisnya berimpit. Lensa obyektif mempunyai jarak titik api besar dan lensa okuler mempunyai jarak titik api kecil, karena lensa okuler harus bekerja sebagai lup.

Untuk menghilangkan dan memperkecil kesalahan-kesalahan, baik lensa obyektif maupun lensa okuler dibuat dari beberapa lensa yang mempunyai koefisien bias dari jari-jari bidang lengkung berlainan. Biasanya lensa obyektif terdiri dari lensa bikonveks yang terbuat dari gelas krona ( n = 1,5 ) dan lensa konkaf-konveks yang terbuat dari gelas flianta ( n = 1,6 ).

Untuk dapat mengarahkan teropong ke suatu titik tertentu, maka teropong dibagian belakang diperlengkapi dengan dua garis salib sumbu yang ditempatkan tidak jauh dimuka lensa okuler. Dua garis salib sumbu pada alat-alat ukur yang lama dibuat dari benang laba-laba, sedangkan pada alat-alat ukur yang modern dua garis salib sumbu digores pada kaca yang dinamakan garis-garis diafragma.

Garis-garis salib sumbu dapat terbentuk : dua garis yang letak saling tegak lurus, uda garis mendatar dan dua garis tegak, satu garis tegak dan tiga garis mendatar yang dapat digunakan sebagai pengukur jarak optis.

“ Garis Bidik adalah Garis yang menghubungkan titik tengah lensa obyektif dengan titik potong dua garis diafragma ”.

Dalam konstruksi lama, teropong terdiri dari tiga tabung dari muka ke belakang berturut-turut : tabung obyektif dengan lensa obyektif, tabung diafragma yang memuat diafragma dengan garis-garis diafragmanya, tabung mana dapat masuk keluar tabung obyektif dan tabung okuler yang memuat lensa okuler, tabung mana yang dapat keluar masuk tabung diafragma.

Dalam konstruksi baru teropong terdiri atas dua tabung yaitu tabung obyektif dengan lensa obyektif dantabung okuler dengan lensa okulernya. Tabung okuler dapat keluar masuk tabung obyektif. Panjang teropong pada konstruksi baru yaitu tetap, tidak berubah menjadi besar. Diatas teropong selalu didapat alat bidik teropong, dengan alat bidik teropong dapat dibuat lebih pendek dari pada konstruksi lama.

Untuk dapat menggerakkan teropong dalam arah mendatar dan arah tegak, maka teropong dilengkapi dengan Sumbu Tegak untuk gerakan mendatar dan sumbu mendatar untuk gerakan tegak.

Hal yang harus dilakukan pada waktu menggunakan teropong pada saat garis bidik harus diarahkan ke suatu titik yaitu :
1. Arahkan garis bidik teropong kearah titik yang dibidik secara kasar dengan menggunakan alat bidik yang letaknya diatas alat teropong.
2. Geserkan tabung okuler sebegitu jauh. Keluar atau masuk tabung diafragma pada konstruksi lama, keluar atau masuk tabung obyektif pada konstruksi baru, sehingga mata yang ditempatkan dibelakang lensa okuler melihat garis-garis diafragma dengan terang.
3. Supaya mata dapat melihat dengan terang bayangan titik yang dibidik, maka perlulah menempatkan bayangan titik itu di bidang garis-garis diafragma dengan menggeser tabung diafragma pada teropong dengan konstruksi lama atau dengan menggeserkan lensa penolong pada teropong dengan konstruksi baru.

Demikianlah penjelasan singkat dari Teropong sebagai alat bidik pada alat ukur tanah. Terimah kasih.

Baca Artikel...

Jenis Kayu Sebagai Bahan Konstruksi

Dalam kurun waktu tertentu Penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi harus di  cari alternatif pengganti kayu, mengingat berkurangnya hutan akibat penebangan liar, terjadinya kebakaran hutan dan di berbagai negara hutan dijadikan sebagai ekosistem dunia.


Jenis Kayu Sebagai Bahan Konstruksi


Untuk keperluan bangunan penggolongan jenis-jenis kayu  dapat dilakukan menurut Keawetan, Kekuatannya dan Pemakaiaanya.

A. Tingkat Keawetan Kayu
Untuk menentukan Keawetan Kayu didasarkan pada daya tahan kayu terhadap pengaruh air tanah, hujan, panas matahari dan serangga maupun cendawan.

B. Tingkat Kakuatan Kayu
Kekuatan atau keteguhan kayu adalah perlawanan yang dikerjakan oleh kayu terhadap perubahan-perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya luar.

 Ada beberapa faktor dalam menentukan kekuatan kayu antara lain :
1. Bekerjanya Gaya terhadap arah serat kayu: kekuatan tarik dan tekan pada arah aksial jauh lebih besar dari pada arah radial.
2. Kadar Air; makin banyak kadar air yang dikandung oleh kayu, maka kekuatan kayu akan menurun dan sebaliknya.
3. Berat Jenis: makin tinggi berat jenis kayu, maka kekerasan dan kekuatannya akan bertambah, atau berat jenis kayu berbanding lurus dengan kekerasan dan kekuatan kayu,akan tetapi kadang-kadang terjadi suatu penyimpangan karena keadaan susunan kayu itu sendiri bermacam-macam.

Biasanya untuk menentukan tingkat kekuatan kayu didasarkan atas benda uji terhadap Kuat lengkung/lentur, kuat desak dan berat jenis dari pada kayu. Untuk benda uji terhadap kuat tarik jarang dilakukan.

Pada tabel dibawah ini dapat dilihat Kelas Kuat Kayu

Kelas Kuat Kayu


C. Tingkat Pemakaian Kayu
Untuk menentukan tingkat pemakaian kayu didasarkan pada tingkat keawetan dan kekuatan kayu. Pemakaian kayu sebagai bahan konstruksi untuk tujuan tertentu dapat dibagi atas lima tingkatan yaitu :
1. Tingkat I : Pemakaian kayu pada tingkat I untuk konstruksi berat yang dibangun diluar (tidak terlindung) dan terkena tanah lembab. Jenis kayu yang termasuk dalam golongan ini yaitu kayu Jati, kayu Johar, kayu Sonokeling, kayu Belian.

2. Tingkat II : Pemakaian kayu pada tingkat II untuk konstruksi berat tidak terlindung dan tidak terkena tanah lembab. Jenis kayu yang termasuk dalam golonga ini antara lain kayu Rasamala, kayu Merawan dan kayu walikukun.

3. Tingkat III : Pemakaian kayu pada tingkat III untuk konstruksi berat dan terlindung. Jenis kay yang termasuk dalam golongan ini adalah kayu Kampier, kayu Keruwing, kayu Mahoni dan kayu Jamuju.
   
4. Tingkat IV : Pemakaian kayu pada tingkat IV untuk konstruksi yang ringan dan terlindung ( didalam rumah). Jenis kayu yang termasuk dalam golonagn ini antara lain kayu Meranti, kayu Suren, kayu pulai dan kayu Durian.

5. Tingkat V : Pemakaian kayu pada tingkat V untuk konstruksi yang ringan yang bersifat sementara. 
Jenis kayu yang termasuk dalam golongan ini yaitu kayu-kayu yang kurang awet dan mempunyai kekuatan dibawah tingkat pemakaian IV.


Demikianlah penjelasan singkat mengenai Jenis Kayu Sebagai Bahan Konstruksi. Semoga bermanfaat dan Terimah kasih.

Baca Artikel...

Penampang Melintang Jalan

Penampang melintang jalan merupakan potongan suatu jalan tegal lurus pada As jalan atau sumbu jalan yang menunjukan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan dalam arah melintang jalan. Penampang melintang yang akan digunakan harus sesuai dengan klasifikasi jalan serta kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan. Demikian pula lebar jalan, drainase dan kebebasan pada jalan semua di sesuaikan dengan peraturan yang berlaku.

Penampang Melintang Jalan


Bagian-bagian dari Penampang Melintang Jalan sebagai berikut :
1.Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja)
2.Daerah Milik Jalan (DMJ) atau right Of Way (ROW)
3.Daerah Mamfaat Jalan (Damaja)
4.Lebar Badan Jalan 
5.Kemiringan Perkerasan Jalan
6.Bahu Jalan
7.Saluran Samping (Side Dith)

Penjelasan dari bagian-bagian Penampang Melintang Jalan yaitu :

1.Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja)
Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) merupakan ruang sepanjang jalan yang dimaksudkan agar pengemudi mempunyai pandangan bebas dan badan jalan aman dari pengaruh lingkungan seperti bangunan liar dan tumbuhan.


2.Daerah Milik Jalan (DMJ) atau Right Of Way (ROW)
Daerah Milik Jalan (DMJ) atau Right Of Way (ROW) merupakan total dari lebar jalan yang    diperuntukan untuk kepentingan jalan tersebut. Dalam menentukan Daerah Milik Jalan (DMJ) harus disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan untuk rencana masa mendatang yaitu dengan kemungkinan adanya pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas,   serta kebutuhan ruabg untuk penampang jalan.


3.Daerah Mamfaat Jalan (Damaja)
Daerah Damfaat Jalan (Damaja) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh Lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan. Daerah mamfaat jalan hanya di peruntukan bagi perkerasan jalan, bahu jalan, saluran samping, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainya. 


4.Lebar Badan Jalan 
Umumnya ukuran lalu lintas normal 3,5 meter, dapat terdiri dari satu atau dua jalur. Pada jalan penghubung bisa dipakai 3,5 meter sampai dengan 4 meter untuk dua jalur lalu lintas. Sedangkan untuk jalan utama dengan kecepatan tinggi (Free Way) lebar jalur lalu lintas dapat lebih dari 3,5 meter untuk satu jalur.


5.Kemiringan Perkerasan Jalan
Kemiringan melintang perkerasan suatu trase jalan, besarnya ditentukan oleh syarat-syarat sebagai berikut:
a.Syarat Drainase, dimana kemiringan melintang harus dapat mengalirkan air atau cairan yang tumpah diatas permukaan jalan ke saluran samping. 
b.Syarat Lalu Lintas, diusahakan agar kemiringan melintang masih dapat memberikan kenyamanan dan tidak membahanyakan pemakai jalan.


Bedasarkan syarat-syarat diatas, besarnya kemiringan melintang normal dari perkerasan jalan yang digunakan disesuaikan dengan tingkat kekerasan. Untuk kemiringan perkerasan jalan dapat dilihat pada tabel berikut :

Kemiringan Melintang Perkerasan Jalan


6.Bahu Jalan
Bahu jalan pada umumnya tidak diberi perkerasan. Lebar dan kemiringannya ditentukan bedasarkan keadaan setempat, intensitas lalu lintas, intensitas hujan, keadaan medan dan jenis material yang digunakan untuk bahu jalan tersebut. Lebar dari bahu jalan sangat menentukan akan keamanan perkerasan jalan dari bahanya longsor terutama pada daerah pegunungan atau berbukit.

Bahu jalan selain berfungsi untuk ruang bagi pejalan kaki, juga dapat digunakan sebagai jalur  darurat pada waktu kendaraan mendahului, berpapasan atau berhenti.

Untuk itu Bahu Jalan dianjurkan mempunyai lebar Minimum 1,5 meter sampai dengan 2 meter.  Kemiringan bahu jalan tidak terlepas dari drainase jalan itu sendiri, dimana kemiringan sangat  mempengaruhi kecepatan dalam mengalirkan air kepermukaan jalan saluran samping. Kemiringan  melintang ditentukan pula oleh jenis permukaan bahu jalan itu sendiri. Untuk Kemiringan Melintang Bahu Jalan dapat dilihat pada tabel berikut ini.


Kemiringan Melintang Bahu Jalan

7.Saluran Samping (Side Dith)
Saluran samping jalan merupakan bagian dari jalan yang berdampingan dengan bahu jalan yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air secepatnya. Sehungan dengan banyaknya air yang harus di tampung dan kecepatan pengaliran, lebar dan dalamnya, maka saluran samping di perhitungkan bedasarkan debit rencana dan kemiringan disesuaikan dengan jenis dari tanah dasarnya atau bahan yang digunakan.


Dalam dokumen tender ada dua macam gambar penampang melintang yang ditampilkan sebagai berikut :

1. Typical Cross Section (Tanpa scala)

2. Gambar Cross Section setiap interval tertentu (biasanya setiap kelipatan 50 m) dengan scala : 
    a. Horizontal 1 : 100
    b. Vertical 1 : 50



1. Typical Cross Section 

a. Pada daerah Galian dan Timbunan


Typical Cross Section

b. Fungsi :
   1.Memberikan gambaran umum dari type konstruksi jalan pada link/ruas yang bersangkutan
   2.Jenis-jenis lapisan perkerasan dan jenis materialnya
   3.Dimensi profil/penampang melintang jalan yang berlaku sepanjang link/ruas yang bersangkutan.

c. Unsur-Unsur Yang Bisa di cantumkan
   1.Ukuran Badan jalan dan bagian-bagiannya
   2.Ukuran Lapis-Lapis Perkerasan dan type konstruksinya


2. Cross Section Setiap Interval

a. Ketentuan
   1.Gambar diatas kertas standar sheet
   2.Skala Horizontal 1 : 100
   3.Skala Vertikal 1 : 50
   4.Digambar dengan saru garis saja, yang mewakili garis permukaan.
  5.Daerah perkerasan garis dibuat lebih tebal dari garis lainnya ( garis bahu, lereng dan selokan samping)

b. Angka-Angka atau Notasi Yang perlu di cantumkan
   1.Angka elevasi setiap perubahan pada permukaan penapang melintang, untuk titik-titik pinggir bahu, perkerasan dan as jalan, kecuali untuk penapang normal hanya dicantumkan pada as jalan saja. 
   2.Untuk ukuran0ukuran jarak tidak dicantumkan tetapi dapat diketahui dari milimeter standard  sheet.

c. Fungsi
   1.Untuk menghitung volume pekerjaan.
   2.Petunjuk pelaksanaan dilapangan, pekerjaan pengukuran, batas-batas pekerjaan tanah, Perkerasan dan lain sebagainya.

d. Type-Type
   Geometrik Lurus dan Daerah Tikungan :
   a. Didaerah Datar
   b. Didaerah Berbukit dan Pegungan 
Klasifikasi Menurut Medan  Jalan



Demikianlah penjelasan tentang Penampang Melintang Jalan, semoga bermanfaat. Terimah Kasih.

Baca Artikel...