Showing posts with label Jalan. Show all posts
Showing posts with label Jalan. Show all posts

UPDATING DATABASE JALAN

Sektor prasarana jalan merupakan salah satu urat nadi dalam pertumbuhan ekonomi wilayah, sehingga ketepatan penyediaannya melalui besarnya investasi adalah suatu hal yang sangat penting. Berkaitan dengan perkembangan ekonomi, investasi jalan dan atau jembatan memiliki pengaruh yang luas baik bagi pengguna jalan dan/ atau jembatan maupun bagi wilayah secara keseluruhan. Untuk itu,diperlukan kebijakan yang tepat dalam penyelenggaraan jalan sehingga dapat mendukung pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonominya.



Updating Database Jalan

Penyusunan Updating Database Jalan perlu dilakukan secara struktural maupun non struktural agar dapat mengetahui pelayanan jalan yang ada, dengan adanya survey yang update, sistematis dan tepat diharapkan dapat diketahui jenis pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan jalan yang harus dilakukan sesuai dengan hasil survei.


LINGKUP PEKERJAAN UPDATING DATABASE JALAN 

Adapun lingkup pekerjaan Updating Database Jalan sebagai berikut :

a. Persipan Pekerjaan

Pekerjaan dan Persiapan bertujuan Mempersiapkan bahan dasar data jalan sebelum ke lapangan melaksanakan Survey Pendahuluan antara lain :

          - Memperispakan data – data awal;


b. Lingkup Pekerjaan Secara Team kegiatan pekerjaan ini dipandu oleh seorang Ahli dan didampingi tim surveyor jalan, dalam pelaksanaannya antara lain :

  - Mengumpulkan data Kondisi Jalan;

  - Mempersiapkan peta-peta dasar.


c. Persyaratan

Hasil persiapan data harus dipersentasikan untuk mendapat persetujuan (dari Pengguna Jasa) dan bila perlu mengadakan perbaikan – perbaikan / saran-saran yang nantinya akan dipakai sebagai panduan kegiatan selanjutnya


Survey Pendahuluan

Tujuan Survey Pendahuluan atau Reconnaisance Survey adalah Survey yang dilakukan pada awal pekerjaan di lokasi pekerjaan, yang bertujuan untuk memperoleh data awal kondisi jalan. Survey ini diharapkan mampu memberikan saran dan Bahan pertimbangan terhadap Updating Database Jalan.

Survey Pendahuluan merupakan lanjutan dari hasil Persiapan pekerjaan yang sudah disetujui sebagai Panduan pelaksanaan survey kondisi jalan di lapangan meliputi kegiatan :

1. Studi Literatur

Pada tahapan ini Team harus mengumpulkan data pendukung baik data sekunder misalnya data laporan Studi Kelayakan (FS), Laporan Studi Amdal, laporan – laporan lain yang berakitan dengan wilayah yang di pengaruhi / mempengaruhi jalan / Jembatan yang direncanakan.

2. Koordinasi dengan instansi terkait Telah melaksanakan koordinasi dan konfirmasi dengan instansi/unsur-unsur terkait di daerah sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan.

3. Diskusi di lapangan

Team bersama-sama melaksanakan survey dan mendiskusikannya dan membuat usulan di lapangan bagian demi bagian sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.

4. Survey Pendahuluan Geometrik Jalan

5. Menentukan awal proyek (STA 0+000) dan akhir ruas jalan yang tepat menetapkan perkiraan koridor pengukuran untuk menentukan titik awal dan akhir ruas dan menetapkan koridor pengukuran untuk mendapatkan data yang cukup.

6. Semua kegiatan ini harus sudah dikonfirmasikan sewaktu mengambil keputusan.

7. Di lapangan harus diberi / dibuat tanda berupa patok atau cat dan tanda banjir sepanjang daerah rencana dengan interval 100 m untuk memudahkan tim pengukuran, serta pembuatan foto-foto penting untuk pelaporan dan panduan dalam melakukan survey detail selanjutnya.

8. Recon Survey Jembatan dan Gorong-gorong

9. .Mengidentifikasi kondisi existing jembatan dan gorong-gorong dengan pengamatan secara visual atay menentukan jenis pengujian dengan peralatan yang sesuai.

10. Menetapkan lokasi / posisi jembatan / gorong-gorong untuk penggantian jembatan/ gorong-gorong pembangunan jembatan/gorong-gorong baru, duplikasi jembatan/ gorong-gorong, setelah berdiskuasi dengan Ahli Teknik Jalan berdasarkan pengamatan lapangan.


Seluruh kegiatan survey pendahuluan dalam proses pengambilan data harus menggunakan format standar.

1.Survey RCS 

a) Dengan mengisi  formulir survey (aspal atau Non Aspal)

b) Aspal penilaian kondisi dengan SDI

c) Non Aspal penilaian kondisi dengan RCI

d) Dilaksanakan dengan interval per 100 M

e) Panjang ruas jalan mengikuti panjang ruas jalan di lapangan .



PELAKSANAAN UPDATING DATABASE JALAN

Pelaksanaan dari Survey Kondisi Jalan ini bertujuan untuk mengetahui Kondisi perkerasan yang meliputi lendutan dari suatu konstruksi jalan, kekerasan jalan, daya dukung tanah dasar dan susunan / lapisan perkerasan.

Lingkup Pekerjaan

 a. Updating Database Jalan;

 b. Penyusunan dan Pengolahan Data Kondisi Jalan secara lengkap dengan metode SDI;

 c. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :


1. Survey Jaringan Jalan (RNI)

Survey ini dilakukan pada jalan-jalan yang sudah ada untuk atributatribut area jalan yang digunakan yang kemungkinan besar tidak akan berubah seperti: bahu jalan dan saluran samping. Survey Inventaris Jaringan Jalan (Road Network Inventory) RNI dilakukan sebagai bagian dari survey keseluruhan jalan. 

Informasi bahu jalan dan saluran samping penting sebagai input pada I RMS/LRMS sehingga pengamatan secara detail begitu ditekankan. Survey RNI ini sebaiknya dilakukan bukan pada musim hujan agar pengukuran yang diperoleh tidak terpengaruh oleh keadaan iklim selama musim hujan.

Inventaris suatu jalan terdiri dari komponen-komponen berikut :

  1. Nomor Ruas;

  2. Survey Lokasi titik Referensi (DRP);

  3. Survey Geometrik Jalan;

  4. Survey Inventaris Potongan Melintang (Cross Section) Jalan;

  5. Survey Inventaris Saluran Samping;

  6. Survey Inventaris Konstruksi/Pemeliharaan;

  7. Seluruh data pada tajuk formulir survey agar diisi sebelum survey dilakukan.


2. Survei Tracking GPS

GPS merupakan alat untuk pengambilan data spatial yang paling mudah, cepat, murah dan akurasinya bias dipertanggungjawabkan. GPS bisa menghasilkan data spatial berupa titik, garis dan polygon. Data-data menyangkut awal ruas jalan, akhir ruas jalan serta lokasi infrastruktur seperti jembatan, lokasi pusat pemerintahan, lokasi pusat pelayanan seperti puskesmas dan lain-lain. Pada survey untuk fitur line dilakukan pada survey jalan dan point untuk lokasi insfrastruktur.


Hasil akhir dari pelaksaan pekerjaan Updating Databse Jalan yaitu berupa Pelaporan sebagai hasil pekerjaan yang harus diserahkan adalah:

1. Laporan Pendahuluan

Laporan pendahuluan yang berisikan pemahaman terhadap kak, metodologi dan rencana kerja, 

menyampaikan kritera desain secara detail, pengenalan lokasi awal, organisasi pelaksanaan kegiatan, dan jadwal pelaksanaan termasuk persiapan survei.

2. Laporan Antara

Laporan antara yang berisikan hasil pengumpulan data sekunder, maupun data primer, hasil kajian terhadap data survey

3. Laporan Akhir

Laporan akhir yang berisikan penyempurnaan laporan dan progress perencanaan.

4. Laporan Data Kondisi Jalan

Berisikan laporan hasil rekapan survey kondisi jalan dengan data pengolahan hasil penilaian kondisi jalan.

5. Peta Jaringan Jalan

Berupa Peta dalam format A3 yang berisikan informasi jalan.

6. Laporan Data Survey Inventaris Jalan

Berisikan data dan informasi atribut-atribut di setiap ruas Jalan.


Demikianlah penjelasan tentang Updating Database jalan, semoga bermanfaat terimah kasih.

Baca Artikel...

Perencanaan Desain Tebal Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam

Perencanaan tebal perkerasan jalan terutama pada perencanaan tebal lapis tambahan (Overlay) dapat dilakukan dengan beberapa metode. Beberapa metode dalam menentukan tebal perkerasan jalan yaitu Metode HRODI/RDS (Roadworks Design System) 1970, metode Benkelman beam (Metode Bina Marga No. 01/MN/BM/1983), Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Analisa Komponen (SNI 03-1732-1989) dan Metode RDS (Roadworks Design System) 1993 (Penyempurnaan dari metode RDS 1970).

Alat Benkelman Beam

Dikesempatan baik ini , dijelaskan sedikit mengenai pengujian perkerasan jalan dengan metode Benkelman Beam. Benkelman Beam merupakan alat yang digunakan untuk mengukur lendutan balik, lendutan langsung dan titik belok perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan (Bina Marga, 2005).


Pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam yaitu dengan cara mengukur gerakan vertical pada permukaan lapis jalan melalui pemberian beban roda yang diakibatkan oleh beban tertentu. Hasil pengujian akan diperoleh nilai lendutan balik maksimum, lendutan balik titik belok dan cekung lendutan (SNI 2416 2011).


Lendutan balik (rebound deflection) adalah besarnya lendutan vertical akibat pada titik pengamatan dihilangkan, lendutan balik ini umum digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan. Pengukuran dilakukan setelah truk bergerak maju ke depan sejarak 6 m dari titik pengamatan dengan kecepatan 5 km/jam. Besarnya lendutan balik dipengaruhi oleh temperatur, beban dan muka air tanah pada saat pengukuran. (Pd.T-05-2005-B)


Dari data lendutan balik yang terwakili ini dapat dicari tebal lapis tambahan (overlay) yang dibutuhkan dengan cara memasukkan nilai lendutan terwakili tersebut ke dalam grafik pada metode ini.


Lendutan maksimum adalah besarnya lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang Benkelman Beam setelah beban berpindah sejauh 6 meter, Lendutan balik titik belok adalah besarnya lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang benkelman beam setelah beban berpindah 0,4 meter, dan cekung lendutan adalah kurva yang menggambarkan bentuk lendutan dari suatu segmen jalan (SNI 2416 2011). Data-data tersebut diatas kemudian dapat dijadikan sebagai data perencanaan desain tebal lapis tambah (overlay).


Tujuan dari pemeriksaan Benkelman Beam ini adalah untuk memperoleh data lapangan yang akan bermanfaaf pada :

1.Penilaian Strutur perkerasan jalan;

2.Perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan.



A. PERALATAN


1.Truk dengan spesifikasi standar sebagai berikut :

a.Berat kosong truk (5 ± 01) Ton;

b.Jumlah as 2 buah, dengan roda belakang ganda;

c.Beban masing-masing roda belakang ban ganda yaitu (4,08 ± 0,045) Ton atau (9000 ± 100) Lbs;

d.Ban dalam kondisi baik dan dad jenis kembang halus (zig-zag) dengan ukuran 25,4 x 50,8 cm atau 10 x 20 inchi;

e.Tekanan angin ban (5,5 ± 0,0) kg/cm2 atau (80 ± 1) Psi;

f.Jarak sisi kedua bidang kontak ban dengan permukaaan jalan antara 10-15 cm atau 4-6 inchi.


2.Alat timbang muatan praktis yang dapat dibawa kemana-mana (Portable Weight Bridge) Kapasitas 10 Ton;

 

3.Alat Benkelman Beam terdiri dari dua batang yang mempunyai panjang total standar (366 ± 0,16) cm yang terbagi menjadi 3 bagian dengan perbandingan 1 : 2 sumbu 0 dengan perlengkapan sebagai berikut :

a.Arloji pengukur (dial Bouge) berskala mm dengan ketelitian 0,01 mm;

b.Alat penggetar (Buzzar);

c.Alat pendatar (Waterpass).


4.Pengukur tekanan yang dapat mengukur tekanan angin ban minimum 5 kg/cm2 atau 80 Psi;


5.Termometer (5°C-70°C) dengan perbandingan skala 100 atau (40E-140F) dengan pembagian skala 1°F;


6.Rol meter 30 m dan 3 m (100ft dan 10ft);


7.Formulir lapangan dan hardboard);


8.Minyak arloji pengukur dan alkohol murni untuk membersihkan batang arloji pengukur;


9.Perlengkapan keamanan bagi petugas dan tempat pengujian :

a.Tanda batas kecepatan lalu lintas pada saat melewati tempat pengujian pada ditempatkan ±50 m didepan dan dibelakang truk;

b.Tanda penunjuk lalu lintas yang dapat dilewati;

c.Tanda lampu peringatan terutama bila pengujian malam hari;

d.Tanda pengenal kain yang dipasang pada truk dibagian depan dan belakang;

e.Tanda pengaman lalu lintas yang dipegang oleh petugas;

f.Pakaian khusus petugas yang warnanya dapat dilihat jelas oleh pengendara.


Alat Benkelman Beam


B. PROSEDUR PELAKSANAAN 

1.Memasang batang pengukur Benkelman Beam sehingga menjadi sambungan kaku.

2.Dalam keadaan batang pengukur terkunci, menempatkan Benkelman Beam pada bidang datar, kokoh dan rata misalnya pada lantai.

3.Mengatur kaki sehingga Benkelman Beam dalam keadaan datar.

4.Menempatkan alat penyetel pada alat yang sama dan mengatur sehingga alat berada dibawah tumit batang (TB) dari batang pengukur, kemudian mengatur landasan sehingga batang menjadi datar dan mantap.

5.Melepaskan pengunci (P) atau batang pengukur atau menurunkan ujung batang perlahan-lahan hingga TB terletak pada penyetel.

6.Mengatur arloji pengukur (AP2) Benkelman Beam pada kedudukannya hingga ujung arloji pengukur bersinggungan dengan batang pengukur, kemudian dikunci dengan kuat.

7.Mengatur arloji pengukur alat penyetel (APi) pada dudukannya hingga ujung batang arloji bersinggungan dengan batang pengukur tepat diatas TB kemudian dikunci dengan erat.

8.Mengatur kedudukan batang arloji pengukur Benkelman Beam dan batang arloji alat penyetel, sehingga batang arloji dapat bergerak ± 5 mm

9.Dalam kedudukan seperti h diatur kedua jarum arloji pengukur pada angka nol.

10.Menghidupkan alat penggetar, kemudian menurunkan plat penyetel dengan memutar skrup pengatur, sehingga arloji pengukur pada formulir yang sudah tersedia dapat dibaca.

11.Melakukan seperti j berturut-turut pada setiap penurunan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai mencapai penurunan, mencatat pembacaan arloji pada setiap penurunan tersebut.

12.Dalam keadaan kedudukan seperti k, menaikkan penyetel berturut-turut pada setiap kenaikan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai mencapai kenaikan 2,5 mm (tumit batang kembali pada kedudukan normal).

Prosedur Pelaksanaan Alat Benkelman Beam

13.Hasil pembacaan arloji Benkelman Beam dikalikan dengan faktor skala batang Benkelman Beam (perbandingan jarak antara tumit batang sampai sumbu nol terhadap jarak antar sumbu nol sampai belakang ujung belakang batang pengukur) untuk alat Benkelman Beam yang umum digunakan dengan faktor perbandingan 1 : 2 maka pembacaan arloji tersebut dikalikan dengan 2.

14.Jika pembacaan arloji Benkelman Beam berbeda dengan hasil pembacaan pada arloji alat penyetel berarti ada kemungkinan kesalahan pada alat seperti gesekan pada sumbu yang terlalu besar atau peluru-peluru sumbu yang terlalu longgar.


Demikianlah penjelasan singkat tentang Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Dengan Metode Benkelman Beam. Terimah Kasih.

Baca Artikel...

Survei Deskripsi Ruas Jalan Dan Titik Referensi Lokasi

Survei Deskripsi Ruas Jalan (link description) dan Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point = LRP) pada pelaksanaan perencanaan jalan sanggat di perlukan. Maksud dari pekerjaan Survei Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point = LRP) yaitu untuk menetapkan lokasi-lokasi Location Reference Point (LRP), jarak antara Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point = LRP) yang berdekatan dan koordinat GPS semua LRP yang kemudian membentuk jalan. Ditjen Bina Marga telah menetapkan system Location Reference Point (LRP) bedasarkan Patok Km, Jembatan dan lain sebagainya sebagai titik referensi jalan. 


Survei Deskripsi Ruas Jalan Dan Titik Referensi Lokasi

Pada saat survei kondisi jalan, maka Pengguna Jasa akan menyiapkan informasi tentang simpul-simpul ruas jalan yang ada dan jarak Titik Referensi Lokasi termasuk jarak-jarak dalam format digital. Penyedia Jasa harus menggunakan informasi ini ketika melaksanakan pengumpulan data. Penyediah Jasa harus selalu mengukur jarak ke LRP untuk setiap pengumpulan data.


Bila terdapat kesalahan dalam pengukuran jarak maka kesalahan pengukuran jarak yang diijinkan adalah 30 meter per ruas jalan. Bial di pada saat pengukuran jarak menemukan perbedaan jarak, maka Penyediah Jasa dapat mempertimbangkan 2 opsi/skenario, yaitu :

1.Bila terdapat perbedaan hasil pengukuran jarak, namun masih dalam batas kesalahan yang diijinkan, maka hasil pengukuran dapat dikoreksi secara berskala menyesuaikan dengan panjang total yang diberikan oleh Pengguna Jasa. Faktor skala harus ditetapkan untuk setiap ruas jalan dan faktor tersebut harus digunakan untuk mengoreksi ukuran panjang di ruas tersebut.


2.Bila terdapat perbedaan hasil pengukuran jarak, dan melampaui batasan kesalahan yang diijinkan, Penyediah Jasa harus mengukur ulang ruas jalan tersebut. Bila survei kedua mengkonfirmasi hasil survei pertama; maka Penyediah Jasa harus segera menginformasikan ke Pengguna Jasa.


A. PENGUKURAN JARAK  

Pengukuran jarak dapat menggunakan: 

1)Transducer pengukur jarak harus dipasang pada roda kanan kendaraan survei, sehingga hasil pengukuran jarak yang dilakukan akan mewakili pengukuran pada sumbu jalan. Dengan cara seperti ini, akan mengurangiberkurangnya ketelitian akibat pergerakan kendaraan pada tikungan. Semua jarak harus diukur dengan alat ukur jarak yang memiliki ketelitian 0,1% panjang pengukuran atau lebih baik; 

2)Pengukuran jarak lapangan atau jarak miring dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) / Global Navigation Satellite System (GNSS). 


Penyedia jasa wajib menyampaikan data pengukuran GPS/GNSS dalam format RAW dan RINEX beserta tabel perhitungan jarak lapangan atau jarak miring dalam format XLSX. Semua posisi LRP dan tanda-tanda penting lainnya (misalnya: persimpangan, jembatan, gorong-gorong, perlintasan Kereta Api) harus dinyatakan dengan jarak dari titik acuan sebelumnya. Chainage (sta pengukuran) diukur secara menerus mulai dari awal ruas hingga akhir ruas. Pada setiap simpul, jarak pengukuran harus di set ulang ke 0. Dengan cara ini, semua jarak dinyatakan sebagai jarak dari simbul sebelumnya.


B. GPS Pengukur Koordinat 

Koordinat spasial setiap simpul, LRP dan sumbu jalan harus direkam dan dilaporkan. Koordinat harus diukur dengan GPS yang memiliki ketelitian+ 6m pada 90% waktu pengukuran. Referensi GPS harus dibuat sedekat mungkin dengan sumbu jalan. Referensi altitude harus dibuat pada permukaan perkerasan jalan, dan Penyediah Jasa harus menyerahkan data koordinat dengan interval tidak lebih dari 10 meter pada sumbu jalan; interval harus cukup untuk menempatkan semua fitur yang diperlukan dan informasi geometrik jalan pada tingkat ketelitian yang ditetapkan. 


Bila jalur lalu lintas terpisah (divided), data lokasi sama seperti yang digunakan untuk menetapkan sumbu jalan. Semua sumbu jalan harus memenuhi topologi yang benar dan lengkap (misalnya: persimpangan jalan harus saling bersilangan) dan setiap ruas jalan harus memiliki sumbu jalan yang unik.


Di dalam Program Mutu kontrak, Penyediah Jasa harus menjelaskan metodologi yang akan diterapkan dalam menetapkan sumbu jalan. Penjelasan tersebut harus mencakup: 

1.Tata cara pengumpulan data

2.Metoda Real-time atau post-processed differential correctionuntuk alat GPS

3.Koreksi terhadap data anomali (misalnya: kehilangan sinyal GPS, gyro drift over time, satellite downlink DGPS, differences between measured and GPS-derived lengths,  avoidance of obstacles etc.)

4.Pemrosesan data, dan pengintegrasian dengan koordinat hasil survei LRP


Penyedia jasa wajib menyampaikan data pengukuran GPS/GNSS dalam format RAW dan RINEX beserta tabel perhitungan jarak lapangan atau jarak miring dalam format XLSX. Semua posisi LRP dan tanda-tanda penting lainnya (misalnya: persimpangan, jembatan, gorong-gorong, perlintasan Kereta Api) harus dinyatakan dengan jarak dari titik acuan sebelumnya. Chainage (sta pengukuran) diukur secara menerus mulai dari awal ruas hingga akhir ruas. Pada setiap simpul, jarak pengukuran harus di set ulang ke 0. Dengan cara ini, semua jarak dinyatakan sebagai jarak dari simbul sebelumnya.


C. Kamera Yang Dilengkapi Dengan GPS 

Bertujuan untuk merekam semua fitur jalan termasuk titik-titik referensi lokasi.

1.Prosedur 

Semua lokasi LRP harus ditetapkan, dan umumnya patok Km dapat ditetapkan sebagai LRP Utama (Primary LRP) atau, bila patok Km hilang, obyek-obyek tetap lainnya seperti jembatan dapat ditetapkan sebagai LRP Tingkat II (Secondary LRP).

Jarak antar LRP harus diukur dengan tingkat ketelitian 0,1% panjang pengukuran dan koordinat setiap lokasi LRP diukur dengan GPS (longitude/latitude). Semua LRP harus diberi tanda yang jelas dan ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat oleh tim survei berikutnya. 

Arah pergerakan dan jumlah LRP harus bertambah/semakin besar sejalan dengan jumlah patok Km (chainage) yang dijalani. Bila patok Km tidak dijumpai, LRP ditetapkan sebagai pertambahan jarak dari titik awal hingga titik akhir ruas jalan.

Untuk penyimpanan dalam geo-database Bina marga, semua data yang dikumpulkan harus diikat menggunakan Location Referencing System (LRS) berikut:

a. Nomor ruas;

b. Referensi jarak (chainage/jarak dari titik awal ruas);

c. Koordinat GPS.


Demikianlah penjelasan tentang Survei Deskripsi Ruas Jalan Dan Titik Referensi Lokasi. Semoga bermanfaat, terimah kasih.
Baca Artikel...

Survei Inventori Jaringan Jalan

Inventori kondisi jaringan jalan dilaksanakan untuk mengukur dan memonitor kondisi jaringan jalan serta membuat prakiraan kondisi jaringan jalan yang akan datang dan membantu didalam proses pengambilan keputusan strategis dalam manejemen jaringan jalan.

Survei Inventori Jaringan Jalan

Dalam pelaksanaan survei inventori jaringan jalan akan menghasilkan data utama jaringan jalan  dimana data tersebut akan menjadi data utama didalam perencanaan umum jaringan jalan, pemrograman dan penganggaran, monitoring jaringan jalan, pengendalian kontrak pekerjaan pemeliharaan dan untuk menganalisis data kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian data utama yang dihasilkan dari survei inventori jaringan jalan harus bermutu tinggi.


“Data merupakan inti dari setiap sistem informasi dan merupakan sumberdaya utama setiap organisasi. Pengertian tentang data dan informasi harus dibedakan – data didefinisikan sebagai rekaman dan gambaran faktual, sedangkan informasi adalah pengetahuan yang diperoleh dari data.” (Section 2.4, International Infrastructure Management Manual, Version 5, 2015. IPWEA).


Survei inventori jaringan jalan mencakup beberapa komponen berikut:

1. Survei Deskripsi Ruas Jalan (link description) dan Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point);

2. Survei Inventori Penampang Melintang Jalan;

3. Survei Inventori Drainase;

4. Survei Inventori Konstruksi/Pemeliharaan jalan.


Penjelasan dari survey inventori jaringan jalan sebagai berikut :


1. Survei Deskripsi Ruas Jalan (link description) dan Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point)

Survei Deskripsi Ruas (link description) dan Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point =LRP) umumnya dikerjakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Survei yang dilakukan tahun ini, bila ada, bertujuan untuk pemutakhiran data sebagian jaringan jalan akibat adanya pekerjaan konstruksi yang baru diselesaikan, seperti pekerjaan konstruksi pembangunan jalan baru (baik diperkeras maupun tidak diperkeras), pekerjaan pelebaran jalan, pekerjaan relokasi jalan, pekerjaan rekonstruksi, pekerjaan penambahan panjang jalan diperkeras. 

Informasi yang diperoleh dari survei ini harus digunakan sebagai acuan untuk survei-survei lainnya baik dalam pengumpulan datanya maupun dalam pemrosesan datanya. Informasi data yang didapat dari hasil survei dari setiap ruas jalan harus bisa merekam Nomor ruas, Nama Ruas, panjang ruas, awal ruas dan akhir ruas.


2. Survei Inventori Penampang Melintang Jalan

Maksud dari urvei inventori penampang melintang jalan dilakukan untuk mendapatkan informasi dasar tentang obyek, jenis, atribut dan lokasi asset. Informasi ini sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam manajemen asset, dan pelaporan yang diperlukan. Berbagai elemen dan komponen inventori asset merupakan bagian penting untuk pelaporan asset, standar pelayanan, pengukuran kinerja asset atau berbagai kegiatan manajemen asset. Survei ini umumnya dilakukan sekali dalam 5 (lima) tahun, kecuali untuk pemutakhiran setelah selesainya pekerjaan konstruksi pada ruas tertentu dan diperintahkan secara khusus oleh Ditjen Bina Marga.


Sedangkan tujuan dari survei inventori penampang melintang jalan yaitu untuk mengukur lebar jalur dan lajur lalu lintas, bahu, lajur kendaraan tak bermotor, median, saluran, dsb, yang merupakan komponen konfigurasi penampang melintang jalan.Prosedur survei inventori penampang melintang jalan yaitu pengumpulan data menggunakan gambar video atau pencatatan elektronik secara manual untuk mencatat keberadaan dan lokasi setiap jenis obyek yang ada. Prosedur pengumpulan data meliputi :

a) Lebar perkerasan, bahu dan ambang pengaman diukur dengan ketelitian hingga 10 cm pada awal ruas dan direkam. Jenis perkerasan dan bahu juga harus direkam.

b) Observasi pada lebar setiap bagian penampang melintang dapat dilakukan melalui gambar video atau dilakukan secara jalan kaki bila diperlukan. Setiap ada perubahan pada setiap elemen, lebar setiap elemen pada penampang melintang diukur kembali dan direkam, termasuk dimana lokasi adanya perubahan.

c) Bila tidak ada perubahan pada setiap elemen penampang melintang, observasi dapat dilanjutkan hingga akhir ruas jalan.


Atribut data yang dikumpulkan pada survei inventarisasi jalan sebagai berikut:

a) Tipe jalan;

b) Jenis Permukaan;

c) Lebar perkerasan (m);

d) Lebar median (m);

e) Lebar bahu (m);

f) Lebar saluran samping (m);

g) Jenis Terrain;

h) Tata guna lahan;

i) Alinyemen: Data RAW GPS yang ada.


Kondisi Bahu :

a) 0 :  TIDAK ADA BAHU;

b) 1 :  BAHU LUNAK;

c) 2 :  BAHU YANG DIPERKERAS.


3. Survei Inventori Drainase

Drainase yang ada di sisi kiri dan kanan sepanjang ruas jalan diinventori kondisi drainase. Survei inventori drainase merupan bagian dari survei inventori penampang melintang jalan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data seksi/menerus.

Observasi terhadap drainase dapat dilakukan melalui gambar video atau bejalan kaki. Proses observasi drainase meliputi :

a.Lebar saluran dan jaraknya dari sumbu jalan diukur hingga ketelitian 10 cm pada awal ruas jalan dan Jenis saluran juga direkam;

b.Bila ada perubahan pada lebar atau jenis saluran drainase yang baru, maka lebar atau jenis saluran yang baru harus diukur kembali dan direkam dimana lokasi adanya perubahan;

c.Bila tidak ada perubahan pada lebar atau jenis saluran pada penampang melintang, observasi dapat dilanjutkan hingga akhir ruas jalan.


Berikut adalah Jenis Saluran Samping yang umum digunakan:

1.Tanah Terbuka;

2.Beton/Pasangan Batu Terbuka;

3.Saluran Irigasi;

4.Beton/Pasangan Batu Tertutup;

5.Tidak Ada.


4. Survei Inventori Konstruksi/Pemeliharaan Jalan

Survey  Inventori Konstruksi/Pemeliharaan Jalan bertujuan untuk mengindentifikasi kapan dan bagaimana konstruksi perkerasan awalnya dibangun dan bentuk pemeliharaan apa yang telah dilakukan sejak selesai dibangun.

Sumber utama untuk mendapatkan data yang relevan dari survei inventori jalan yaitu :

a.Gambar terbangun ( mengindentifikasi kapan pelaksanaan konstruksi dilakukan);

b.Sumur Uji (Test Pit) dan pengujian DCP (bila diperlukan).


Format data yang telah ada di unggah ke Geodatabase Bina Marga dan harus sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh Dirjen Bina Marga. Setelah Pengguna Jasa menerima data dari Penyedia Jasa, langka selanjutnya Pengguna Jasa melakukan audit data atau verifikasi dan validasi terhadap format, ketelitian, kelengkapan dan kewajaran data.


Dalam pelaksanaan pekerjaan perencanaan Survei Inventori Konstruksi/Pemeliharaan Jalan,  Penyedia Jasa harus memberikan penjelasan dengan disertai bukti-bukti bila ada permasalahan yang ada pada data yang diserahkan. Bila hasil audit ditemukan adanya ketidaksesuaian, maka Penyedia Jasa segera memperbaiki pemrosesan data atau melakukan survei ulang sebagian atau seluruh ruas jalan yang dipermasalakan.


Setelah format, ketelitian, kelengkapan dan kewajaran data dapat di terima Pengguna Jasa, maka Pengguna Jasa menerbitkan Berita Acara Penerimaan Data yang dapat dilakukan parsial/bertahap sesuai dengan volume pekerjaan survei yang telah diselesaika dan diterima.


Demikianlah penjelasan tentang Survei Inventori Jaringan Jalan. Semoga bermanfaat, terimah kasih.

Baca Artikel...

Pekerjaan Lapisan Perkerasan Beton

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa perkerasan pada konstruksi jalan dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (riqid pavement). Struktur dari Perkerasan kaku (rigid pavement) umumnya terdiri dari tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis beton semen dengan atau tanpa tulangan. Pada kesempatan ini akan melanjutkan lagi pembahasan tentang konstruksi perkerasan beton (rigid pavement). 

Pekerjaan Lapisan Perkerasan Beton


Penjelasan perkerasan beton sebagai berikut:

1. PEKERJAAN PERKERASAN BETON PADA DAERAH CURAM  

    Untuk perkerasan jalan beton dengan kemiringan memanjang lebih besar dari 3 %,
    maka harus ditambah dengan Angker Panel (Panel anchored) dan Angker Blok (Anchor Block).
    Jalan dengan kondisi ini harus dilengkapi dengan angker yang  melintang  untuk  keseluruhan
    lebar  pelat  sebagaimana  diuraikan  pada  Tabel  dan diperlihatkan pada Gambar dibawah ini.


Perkerasan Beton pada daerah curam ditambah angker panel


Perkerasan beton pada daerah yang curam ditambah angker blok





2. SAMBUNGAN PERALIHAN ANTARA PERKERASAN ASPAL DAN BETON  

   Sambungan peralihan antara perkerasan aspal dengan perkerasan beton Perlu adanya Slab Transisi     dan Perlu adanya Batang Pengikat. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat typical sambungan   
   peralihan antara perkerasan aspal dan perkerasan beton.

Sambungan Peralihan Antara Perkerasan Aspal Dan Beton



3. PELAPISAN TAMBAHAN PERKERASAN BETON ASPAL DI ATAS 
    PERKERASAN  BETON

   Struktur perkerasan beton semen harus dievaluasi agar supaya tebal efektifnya dapat dinilai   
   sebagai  aspal beton. Untuk menentukan  tebal efektif (Te) setiap lapisan perkerasan  yang ada   
   harus   dikonversikan  kedalam  tebal  ekivalen  aspal  beton  sesuai  dengan  Tabel  12. Dengan
   demikian  tebal lapis tambahan  yang diperlukan,  dihitung berdasarkan  perhitungan lapis
   tambahan pada perkerasan lentur.Dalam  menentukan  tebal  ekivalen  perkerasan  beton  semen
   perlu  memperhatikan  kondisi dan daya dukung lapisan beton semen yang ada.

   Apabila  lapisan-lapisan  perkerasan  telah  diketahui  dan  kondisinya  ditetapkan,  kemudian
   faktor konversi yang sesuai dipilih pada Tabel berikut dan tebal efektif dari setiap lapisan dapat 
   ditentukan.

   Tebal  efektif  setiap  lapisan  merupakan  hasil  perkalian  antara  tebal  lapisan  dan faktor
   konversi.  Tebal efektif untuk seluruh perkerasan merupakan jumlah tebal efektif dari masing- 
   masing lapisan.

   Tebal lapisan tambahan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
       Tr = T – Te 

    Keterangan :
    Tr = tebal lapis tambahan
    T = tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan atau
                   lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai prosedur yang telah diuraikan
    Te = tebal efektif perkerasan lama

    Tebal lapis tambahan perkerasan lentur yang diletakkan langsung di atas perkerasan beton semen
    dianjurkan  minimum  100 mm. Apabila  tebal lapisan  tambahan  lebih dari 180 mm, konstruksi
    lapis tambahan dapat menggunakan lapisan peredam retak sebagai mana terlihat pada Gambar   
    berikut.
Lapisan peredam retak pada sistem pelapis tambahan
4. PENGAMBILAN SLUMP BETON 

    Untuk Perkerasan beton semen pada umumnya dipersyaratkan nilai slump antara 2.5 – 6.0 cm
    hal ini tergantung dengan peralatan penghampar yang digunakan
    1. Untuk jenis fixes form (ACUAN TETAP) Slump 4.0 – 6.0 cm
    2. Untuk jenis slip form (ACUAN BERGERAK) Slump max 5.00 cm
    Toleransi ± 2.00 cm dari slump optimum(speksifikasi)

Demikianlah penjelasan tentang Pekerjaan Lapisan Perkerasan Beton , semoga bermanfaat. Terimah kasih.
Baca Artikel...

Struktur Lapisan Perkerasan Kaku

Secara garis besar perkerasan pada konstruksi jalan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (riqid pavement). Dari kedua jenis perkerasan jalan tersebut yang paling esensi yaitu bagaimana perkerasan bereaksi terhadap beban dan bagaimana distribusi beban disalurkan ke tanah dasar (Subgrade).Pada kesempatan kali ini, Saya akan menjelaskan tentang struktur dari lapisan perkerasan kaku atau dikenal dengan istilah Riqid Pavement. 

Struktur Lapisan Perkerasan Kaku


Struktur dari Perkerasan kaku (rigid pavement) umumnya terdiri dari tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis beton semen dengan atau tanpa tulangan. Struktur perkerasan kaku (rigid pavement)
secara tipikal dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Typical Struktur Perkerasan Kaku



1. TANAH DASAR
    Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI 03-1731-   
    1989 atau CBR laboratorium sesuai    dengan SNI 03-1744-1989, masing-masing untuk
    perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai
    nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus
    (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

2. PONDASI BAWAH
    Bahan pondasi bawah dapat berupa :
    a.Bahan berbutir.
    b.Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
    c.Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)

    Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton semen. Untuk     
    tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi 
    dengan memperhitungkan tegangan pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis 
    pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk 
    mereduksi prilaku tanah ekspansif.

    Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai dengan 
    SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila direncanakan 
    perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan 
    campuran beton kurus (CBK).

    Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama
    yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut :
   1. Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
   2. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat.
   3. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
   4. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.


3. PERKERASAN BETON SEMEN
    Struktur lapisan perkerasan kaku yang paling atas adalah perkerasan beton semen, dimana 
    struktur terdiri dari plat beton yang bersambung (tidak menerus) dengan tulangan atau tanpa       
    tulangan, atau  menerus dengan tulangan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat 
    pelaksanaan pekerjaan pengecoran beton semen adalah kada air pemadatan, kepadatan dan 
    perubahan kadar air selama   masa pelayanan. Hal lain sebelum dilaksanakan pekerjaan 
    pengecoran permukaan lapis pondasi  
    ditutup dengan menggunakan plastik (mencegah kadar semen masuk kedalam lapis pondasi dan 
    sebagai lapis pemisah).
    Ada 4 jenis struktur lapisan perkerasan beton semen antara lain :
    1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
    2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
    3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
    4. Perkerasan beton semen pra-tegang

3.1. SAMBUNGAN PERKERASAN BETON
       Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk membatasi  tegangan  dan 
       pengendalian  retak yang disebabkan  oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas,
       memudahkan pelaksanaan serta mengakomodasi gerakan pelat.
       Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
       a. Sambungan memanjang
       b. Sambungan melintang
       c. Sambungan isolasi
       Semua  sambungan   harus  ditutup  dengan  bahan  penutup  (joint  sealer),  kecuali  pada
       sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler).

3.2. SAMBUNGAN MEMANJANG

       Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)

      Sebelum kita lanjut pembahasan, kita jelaskan dulu apa itu Batang Pengikat (Tie Bars) dan
      Batang Ulir (deformed bars). Batang Pengikat (tie bars) adalah sepotong  baja  ulir  yang   
      dipasang  pada  sambungan  memanjang  dengan  maksud untuk mengikat pelat agar tidak
      bergerak horizontal. Batang ulir (deformed bars) adalah batang tulangan  prismatis  atau yang
      diprofilkan  berbentuk  alur atau spiral yang terpasang tegak lurus atau miring terhadap muka
      batang, dengan jarak antara rusuk-rusuk tidak lebih dari 0,7 diameter batang
      pengenalnya/nominal.

Typical Sambungan Memanjang Perkerasan Beton


     Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya retak memanjang.
     Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3  - 4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi
     dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm. Jarak antar
     Batang Pengikat yang digunakan adalah 75 cm dan letaknya pada ½ tebal plat.

     Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
         At = 204 x b x h
         l  = (38,3 x φ) + 75 mm

     Catatan :
     At   = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
     b     = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi perkerasan (m)
     h     = Tebal pelat (m).
     l      = Panjang batang pengikat (mm).
     φ    = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).


Typical Sambungan Memanjang Dengan Tie Bar


3.3. SAMBUNGAN MELINTANG 

       Tulangan sambungan melintang (Dowel) :
       1. Polos Ø 25 – 32 mm
       2. Panjang besi polos (dd) = 45 – 60 cm
       3. Letaknya pada ½ tebal plat
       4. Satu ujung terikat, ujung lainnya dibuat tidak lekat dengan cara : dibungkus plastik tipis
           atau dilapisi gemuk
       5. Diameter batang ulir tidak lebih kecil dari 12 mm.
       6.J arak maksimum tulangan dari sumbu-ke-sumbu 75 cm.


Typical Sambungan Melintang Dengan Dowel


Demikianlah penjelasan tentang Struktur Lapisan Perkerasan Kaku, semoga bermanfaat. Terimah kasih.
Baca Artikel...