Perencanaan Desain Tebal Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam

Perencanaan tebal perkerasan jalan terutama pada perencanaan tebal lapis tambahan (Overlay) dapat dilakukan dengan beberapa metode. Beberapa metode dalam menentukan tebal perkerasan jalan yaitu Metode HRODI/RDS (Roadworks Design System) 1970, metode Benkelman beam (Metode Bina Marga No. 01/MN/BM/1983), Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Analisa Komponen (SNI 03-1732-1989) dan Metode RDS (Roadworks Design System) 1993 (Penyempurnaan dari metode RDS 1970).

Alat Benkelman Beam

Dikesempatan baik ini , dijelaskan sedikit mengenai pengujian perkerasan jalan dengan metode Benkelman Beam. Benkelman Beam merupakan alat yang digunakan untuk mengukur lendutan balik, lendutan langsung dan titik belok perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan (Bina Marga, 2005).


Pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam yaitu dengan cara mengukur gerakan vertical pada permukaan lapis jalan melalui pemberian beban roda yang diakibatkan oleh beban tertentu. Hasil pengujian akan diperoleh nilai lendutan balik maksimum, lendutan balik titik belok dan cekung lendutan (SNI 2416 2011).


Lendutan balik (rebound deflection) adalah besarnya lendutan vertical akibat pada titik pengamatan dihilangkan, lendutan balik ini umum digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan. Pengukuran dilakukan setelah truk bergerak maju ke depan sejarak 6 m dari titik pengamatan dengan kecepatan 5 km/jam. Besarnya lendutan balik dipengaruhi oleh temperatur, beban dan muka air tanah pada saat pengukuran. (Pd.T-05-2005-B)


Dari data lendutan balik yang terwakili ini dapat dicari tebal lapis tambahan (overlay) yang dibutuhkan dengan cara memasukkan nilai lendutan terwakili tersebut ke dalam grafik pada metode ini.


Lendutan maksimum adalah besarnya lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang Benkelman Beam setelah beban berpindah sejauh 6 meter, Lendutan balik titik belok adalah besarnya lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang benkelman beam setelah beban berpindah 0,4 meter, dan cekung lendutan adalah kurva yang menggambarkan bentuk lendutan dari suatu segmen jalan (SNI 2416 2011). Data-data tersebut diatas kemudian dapat dijadikan sebagai data perencanaan desain tebal lapis tambah (overlay).


Tujuan dari pemeriksaan Benkelman Beam ini adalah untuk memperoleh data lapangan yang akan bermanfaaf pada :

1.Penilaian Strutur perkerasan jalan;

2.Perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan.



A. PERALATAN


1.Truk dengan spesifikasi standar sebagai berikut :

a.Berat kosong truk (5 ± 01) Ton;

b.Jumlah as 2 buah, dengan roda belakang ganda;

c.Beban masing-masing roda belakang ban ganda yaitu (4,08 ± 0,045) Ton atau (9000 ± 100) Lbs;

d.Ban dalam kondisi baik dan dad jenis kembang halus (zig-zag) dengan ukuran 25,4 x 50,8 cm atau 10 x 20 inchi;

e.Tekanan angin ban (5,5 ± 0,0) kg/cm2 atau (80 ± 1) Psi;

f.Jarak sisi kedua bidang kontak ban dengan permukaaan jalan antara 10-15 cm atau 4-6 inchi.


2.Alat timbang muatan praktis yang dapat dibawa kemana-mana (Portable Weight Bridge) Kapasitas 10 Ton;

 

3.Alat Benkelman Beam terdiri dari dua batang yang mempunyai panjang total standar (366 ± 0,16) cm yang terbagi menjadi 3 bagian dengan perbandingan 1 : 2 sumbu 0 dengan perlengkapan sebagai berikut :

a.Arloji pengukur (dial Bouge) berskala mm dengan ketelitian 0,01 mm;

b.Alat penggetar (Buzzar);

c.Alat pendatar (Waterpass).


4.Pengukur tekanan yang dapat mengukur tekanan angin ban minimum 5 kg/cm2 atau 80 Psi;


5.Termometer (5°C-70°C) dengan perbandingan skala 100 atau (40E-140F) dengan pembagian skala 1°F;


6.Rol meter 30 m dan 3 m (100ft dan 10ft);


7.Formulir lapangan dan hardboard);


8.Minyak arloji pengukur dan alkohol murni untuk membersihkan batang arloji pengukur;


9.Perlengkapan keamanan bagi petugas dan tempat pengujian :

a.Tanda batas kecepatan lalu lintas pada saat melewati tempat pengujian pada ditempatkan ±50 m didepan dan dibelakang truk;

b.Tanda penunjuk lalu lintas yang dapat dilewati;

c.Tanda lampu peringatan terutama bila pengujian malam hari;

d.Tanda pengenal kain yang dipasang pada truk dibagian depan dan belakang;

e.Tanda pengaman lalu lintas yang dipegang oleh petugas;

f.Pakaian khusus petugas yang warnanya dapat dilihat jelas oleh pengendara.


Alat Benkelman Beam


B. PROSEDUR PELAKSANAAN 

1.Memasang batang pengukur Benkelman Beam sehingga menjadi sambungan kaku.

2.Dalam keadaan batang pengukur terkunci, menempatkan Benkelman Beam pada bidang datar, kokoh dan rata misalnya pada lantai.

3.Mengatur kaki sehingga Benkelman Beam dalam keadaan datar.

4.Menempatkan alat penyetel pada alat yang sama dan mengatur sehingga alat berada dibawah tumit batang (TB) dari batang pengukur, kemudian mengatur landasan sehingga batang menjadi datar dan mantap.

5.Melepaskan pengunci (P) atau batang pengukur atau menurunkan ujung batang perlahan-lahan hingga TB terletak pada penyetel.

6.Mengatur arloji pengukur (AP2) Benkelman Beam pada kedudukannya hingga ujung arloji pengukur bersinggungan dengan batang pengukur, kemudian dikunci dengan kuat.

7.Mengatur arloji pengukur alat penyetel (APi) pada dudukannya hingga ujung batang arloji bersinggungan dengan batang pengukur tepat diatas TB kemudian dikunci dengan erat.

8.Mengatur kedudukan batang arloji pengukur Benkelman Beam dan batang arloji alat penyetel, sehingga batang arloji dapat bergerak ± 5 mm

9.Dalam kedudukan seperti h diatur kedua jarum arloji pengukur pada angka nol.

10.Menghidupkan alat penggetar, kemudian menurunkan plat penyetel dengan memutar skrup pengatur, sehingga arloji pengukur pada formulir yang sudah tersedia dapat dibaca.

11.Melakukan seperti j berturut-turut pada setiap penurunan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai mencapai penurunan, mencatat pembacaan arloji pada setiap penurunan tersebut.

12.Dalam keadaan kedudukan seperti k, menaikkan penyetel berturut-turut pada setiap kenaikan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai mencapai kenaikan 2,5 mm (tumit batang kembali pada kedudukan normal).

Prosedur Pelaksanaan Alat Benkelman Beam

13.Hasil pembacaan arloji Benkelman Beam dikalikan dengan faktor skala batang Benkelman Beam (perbandingan jarak antara tumit batang sampai sumbu nol terhadap jarak antar sumbu nol sampai belakang ujung belakang batang pengukur) untuk alat Benkelman Beam yang umum digunakan dengan faktor perbandingan 1 : 2 maka pembacaan arloji tersebut dikalikan dengan 2.

14.Jika pembacaan arloji Benkelman Beam berbeda dengan hasil pembacaan pada arloji alat penyetel berarti ada kemungkinan kesalahan pada alat seperti gesekan pada sumbu yang terlalu besar atau peluru-peluru sumbu yang terlalu longgar.


Demikianlah penjelasan singkat tentang Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Dengan Metode Benkelman Beam. Terimah Kasih.

Baca Artikel...

Pengertian Dan Sistimatika Kerangka Acuan Kerja

Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau disebut juga dengan Term of Reference (TOR) adalah dokumen perencanaan kegiatan yang menginformasikan gambaran umum dan penjelasan mengenai keluaran kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang memuat latar belakang, penerima manfaat, strategi pencapaian, dan biaya yang diperlukan.

Sistimatika Kerangka Acuan Kerja


Dengan kata lain, Kerangka Acuan Kerja (KAK) berisi uraian tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, masukan yang dibutuhkan, dan hasil yang diharapkan dari suatu kegiatan.


Kerangka Acuan Kerja (KAK) merupakan gambaran umum dan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga. Di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) dijelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, indikator keluaran dan keluaran, cara pelaksanaan kegiatan, pelaksana dan penanggung jawab kegiatan, jadwal kegiatan, dan biaya kegiatan.


A. Pengertian Kerangka Acuan Kerja (KAK)


Dari berbagai literatur, pengertian Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau dikenal juga dengan sebutan Term of Refference (TOR), adalah :

1.Suatu dokumen yang menginformasikan gambaran umum dan penjelasan mengenai keluaran kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga, yang memuat latar belakang, penilaian manfaat, strategi pencapaian, waktu pencapaian dan biaya yang diperhitungkan.

2.Dokumen perencanaan kegiatan yang berisi penjelasan/ keterangan mengenai apa, mengapa, siapa, kapan, dimana, bagaimana, dan berapa perkiraan biayanya suatu kegiatan.

3.Petunjuk dalam melakukan program/kegiatan yang memuat dengan tujuan (tujuan umum dan tujuan khusus), cara melaksanakan kegiatan yang jelas dan evaluasi serta pelaporan.

4.Petunjuk bagi konsultan perencana yang memuat masukan, azas kriteria, dan proses yang harus dipenuhi atau diperhatikan dan diinterpretasikan dalam melaksanakan tugasnya dengan baik untuk menghasilkan keluaran yang dimaksud.


B. Pokok-Pokok Kerangka Acuan Kerja (KAK)


Pokok-pokok Kerangka Acuan Kerja (KAK) meliputi:

1. Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Refference (TOR)

Dalam penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang detil harus memperhatikan semua aspek kebutuhan untuk pencapaian program, dan berisi antara lain :

a) Latar belakang;

b) Obyektif /Tujuan;

c) Ruang Lingkup;

d) Batasan-batasan;

e) Asumsi-asumsi;

f) Kriteria Penerimaan;

g) Tugas dan Tanggung jawab;

h) Jadwal, Durasi dan Lokasi;

i) Berapa Biaya yang dianggarkan.


2. Didalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 pasal 19, dalam menyusun Spesifikasi Teknis/KAK harus memperhatikan, antara lain :

a) Menggunakan produk dalam negeri;

b) Menggunakan produk bersertifikat SNI; dan

c) Memaksimalkan penggunaan produk industri hijau.


3. Dalam penyusunan spesifikasi teknis/KAK dimungkinkan penyebutan merek terhadap :

a) Komponen barang/jasa;

b) Suku cadang;

c) Bagian dari satu sistem yang sudah ada;

d) Barang/jasa dalam katalog elektronik; atau

e) Barang/jasa pada Tender Cepat.


4. Pemenuhan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksudkan dan produk bersertifikat SNI dan dilakukan sepanjang tersedia dan tercukupi.

5. Spesifikasi/KAK ditetapkan oleh PPK.


C. Sistimatika Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term Of Refference (TOR) 

1. Latar Belakang 

    a. Dasar Hukum;

    b. Gambaran Umum;

    c. Keterkaitan Program dengan Kegiatan.


2. Kegiatan Yang Dilaksanakan 

   a.Uraian Kegiatan dan Keluaran;

   b.Indikator Kinerja;

   c.Batasan Kegiatan.


3. Maksud dan Tujuan 

   a.Maksud Kegiatan;

   b.Tujuan Kegiatan.


4. Indikator Keluaran, Volume dan Satuan ukur 

   a.lndikator Keluaran;

   b.Volume dan Satuan ukur.


5.Cara Pelaksanaan Kegiatan 

   a.Metode Pelaksanaan;

   b.Tahapan Pelaksanaan.


6. Tempat pelaksanaan Kegiatan


7. Pelaksana dan Penanggung jawab Kegiatan 

   a.Pelaksana kegiatan;

   b.Penanggungiawab kegiatan;

   c.Penerima manfaat.


8. Jadwal Kegiatan

   a.Waktu pelaksanaan kegiatan;

   b.Matrik pelaksanaan kegiatan (time table).


9. Biaya : total biaya yang diperlukan dalam kegiatan,


Demikianlah penjelasan tentang Pengertian Dan Sistimatika Kerangka Acuan Kerja (KAK). Semoga bermanfaat, terimah kasih.  

Baca Artikel...

Survei Deskripsi Ruas Jalan Dan Titik Referensi Lokasi

Survei Deskripsi Ruas Jalan (link description) dan Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point = LRP) pada pelaksanaan perencanaan jalan sanggat di perlukan. Maksud dari pekerjaan Survei Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point = LRP) yaitu untuk menetapkan lokasi-lokasi Location Reference Point (LRP), jarak antara Titik Referensi Lokasi (Location Reference Point = LRP) yang berdekatan dan koordinat GPS semua LRP yang kemudian membentuk jalan. Ditjen Bina Marga telah menetapkan system Location Reference Point (LRP) bedasarkan Patok Km, Jembatan dan lain sebagainya sebagai titik referensi jalan. 


Survei Deskripsi Ruas Jalan Dan Titik Referensi Lokasi

Pada saat survei kondisi jalan, maka Pengguna Jasa akan menyiapkan informasi tentang simpul-simpul ruas jalan yang ada dan jarak Titik Referensi Lokasi termasuk jarak-jarak dalam format digital. Penyedia Jasa harus menggunakan informasi ini ketika melaksanakan pengumpulan data. Penyediah Jasa harus selalu mengukur jarak ke LRP untuk setiap pengumpulan data.


Bila terdapat kesalahan dalam pengukuran jarak maka kesalahan pengukuran jarak yang diijinkan adalah 30 meter per ruas jalan. Bial di pada saat pengukuran jarak menemukan perbedaan jarak, maka Penyediah Jasa dapat mempertimbangkan 2 opsi/skenario, yaitu :

1.Bila terdapat perbedaan hasil pengukuran jarak, namun masih dalam batas kesalahan yang diijinkan, maka hasil pengukuran dapat dikoreksi secara berskala menyesuaikan dengan panjang total yang diberikan oleh Pengguna Jasa. Faktor skala harus ditetapkan untuk setiap ruas jalan dan faktor tersebut harus digunakan untuk mengoreksi ukuran panjang di ruas tersebut.


2.Bila terdapat perbedaan hasil pengukuran jarak, dan melampaui batasan kesalahan yang diijinkan, Penyediah Jasa harus mengukur ulang ruas jalan tersebut. Bila survei kedua mengkonfirmasi hasil survei pertama; maka Penyediah Jasa harus segera menginformasikan ke Pengguna Jasa.


A. PENGUKURAN JARAK  

Pengukuran jarak dapat menggunakan: 

1)Transducer pengukur jarak harus dipasang pada roda kanan kendaraan survei, sehingga hasil pengukuran jarak yang dilakukan akan mewakili pengukuran pada sumbu jalan. Dengan cara seperti ini, akan mengurangiberkurangnya ketelitian akibat pergerakan kendaraan pada tikungan. Semua jarak harus diukur dengan alat ukur jarak yang memiliki ketelitian 0,1% panjang pengukuran atau lebih baik; 

2)Pengukuran jarak lapangan atau jarak miring dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) / Global Navigation Satellite System (GNSS). 


Penyedia jasa wajib menyampaikan data pengukuran GPS/GNSS dalam format RAW dan RINEX beserta tabel perhitungan jarak lapangan atau jarak miring dalam format XLSX. Semua posisi LRP dan tanda-tanda penting lainnya (misalnya: persimpangan, jembatan, gorong-gorong, perlintasan Kereta Api) harus dinyatakan dengan jarak dari titik acuan sebelumnya. Chainage (sta pengukuran) diukur secara menerus mulai dari awal ruas hingga akhir ruas. Pada setiap simpul, jarak pengukuran harus di set ulang ke 0. Dengan cara ini, semua jarak dinyatakan sebagai jarak dari simbul sebelumnya.


B. GPS Pengukur Koordinat 

Koordinat spasial setiap simpul, LRP dan sumbu jalan harus direkam dan dilaporkan. Koordinat harus diukur dengan GPS yang memiliki ketelitian+ 6m pada 90% waktu pengukuran. Referensi GPS harus dibuat sedekat mungkin dengan sumbu jalan. Referensi altitude harus dibuat pada permukaan perkerasan jalan, dan Penyediah Jasa harus menyerahkan data koordinat dengan interval tidak lebih dari 10 meter pada sumbu jalan; interval harus cukup untuk menempatkan semua fitur yang diperlukan dan informasi geometrik jalan pada tingkat ketelitian yang ditetapkan. 


Bila jalur lalu lintas terpisah (divided), data lokasi sama seperti yang digunakan untuk menetapkan sumbu jalan. Semua sumbu jalan harus memenuhi topologi yang benar dan lengkap (misalnya: persimpangan jalan harus saling bersilangan) dan setiap ruas jalan harus memiliki sumbu jalan yang unik.


Di dalam Program Mutu kontrak, Penyediah Jasa harus menjelaskan metodologi yang akan diterapkan dalam menetapkan sumbu jalan. Penjelasan tersebut harus mencakup: 

1.Tata cara pengumpulan data

2.Metoda Real-time atau post-processed differential correctionuntuk alat GPS

3.Koreksi terhadap data anomali (misalnya: kehilangan sinyal GPS, gyro drift over time, satellite downlink DGPS, differences between measured and GPS-derived lengths,  avoidance of obstacles etc.)

4.Pemrosesan data, dan pengintegrasian dengan koordinat hasil survei LRP


Penyedia jasa wajib menyampaikan data pengukuran GPS/GNSS dalam format RAW dan RINEX beserta tabel perhitungan jarak lapangan atau jarak miring dalam format XLSX. Semua posisi LRP dan tanda-tanda penting lainnya (misalnya: persimpangan, jembatan, gorong-gorong, perlintasan Kereta Api) harus dinyatakan dengan jarak dari titik acuan sebelumnya. Chainage (sta pengukuran) diukur secara menerus mulai dari awal ruas hingga akhir ruas. Pada setiap simpul, jarak pengukuran harus di set ulang ke 0. Dengan cara ini, semua jarak dinyatakan sebagai jarak dari simbul sebelumnya.


C. Kamera Yang Dilengkapi Dengan GPS 

Bertujuan untuk merekam semua fitur jalan termasuk titik-titik referensi lokasi.

1.Prosedur 

Semua lokasi LRP harus ditetapkan, dan umumnya patok Km dapat ditetapkan sebagai LRP Utama (Primary LRP) atau, bila patok Km hilang, obyek-obyek tetap lainnya seperti jembatan dapat ditetapkan sebagai LRP Tingkat II (Secondary LRP).

Jarak antar LRP harus diukur dengan tingkat ketelitian 0,1% panjang pengukuran dan koordinat setiap lokasi LRP diukur dengan GPS (longitude/latitude). Semua LRP harus diberi tanda yang jelas dan ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat oleh tim survei berikutnya. 

Arah pergerakan dan jumlah LRP harus bertambah/semakin besar sejalan dengan jumlah patok Km (chainage) yang dijalani. Bila patok Km tidak dijumpai, LRP ditetapkan sebagai pertambahan jarak dari titik awal hingga titik akhir ruas jalan.

Untuk penyimpanan dalam geo-database Bina marga, semua data yang dikumpulkan harus diikat menggunakan Location Referencing System (LRS) berikut:

a. Nomor ruas;

b. Referensi jarak (chainage/jarak dari titik awal ruas);

c. Koordinat GPS.


Demikianlah penjelasan tentang Survei Deskripsi Ruas Jalan Dan Titik Referensi Lokasi. Semoga bermanfaat, terimah kasih.
Baca Artikel...