Klasifikasi Pekerjaan Galian

Pekerjaan proyek terutama pada proyek konstruksi selalu kita akan menjumpai suatu Pekerjaan Galian. Dari ukuran atau dimensi dari gambar galian akan selalu berbeda pada setiap pekerjaan. Untuk pekerjaan galian dapat diklasifikasi menjadi 2 macam klasifikasi yaitu Pekerjaan Galian Tanah dan Pekerjaan Galian Batu.

Klasifikasi Pekerjaan Galian


Penjelasan dari kedua pekerjaan galian tanah dan pekerjaan galian batu adalah sebagai berikut :

1. Pekerjaan Galian Tanah
Yang dimaksud dari pekerjaan galian tanah dalah pekerjaan tanah, sedimen atau endapan, kerikil, kerakal, atau batu yang dapat digali dengan mudah tanpa menggunakan alat khusus (ripper) atau peledakan termasuk upaya penanganannya, pembentukan/perapian lubang galian agar sesuai dengan lokasi, jalur, elevasi, kelandaian dan dimensi seperti yang telah ditetapkan dalam gambar.

Pekerjaan Galian Tanah diklasifikasi 5 (lima) tipe galian sesuai dengan kondisi dan lokasi daerah penggalian sebagai berikut:

Tipe-A :  galian untuk saluran, jalan, drainasi dan galian tanah biasa lainnya yang berada diatas permukaan air.

Tipe-B :  galian  tanah  endapan,  longsoran/puing/debris,  diatas  permukaan  air untuk normalisasi saluran.

Tipe-C : galian untuk fondasi bangunan irigasi dan bangunan pelengkap.

Tipe-D : galian dibawah permukaan air pada saluran tanpa upaya pengeringan/pemompaan.

Tipe-E :  galian dasar sungai untuk pembangunan bendung, tanggul sungai, dan fasilitas lainnya, dimana tanah di  lokasi galian mengandung banyak kerikil, kerakal dan  batu.

Dalam pelaksanaan pekerjaan dilapangan profil pekerjaan galian untuk dasar dan tebing yang telah selesai digali harus dirapikan dan dipadatkan dan diperiksa owner untuk mendapat persetujuan sebelum bangunan di atasnya, konstruksi beton atau pasangan batu dilaksanakan.

Bila dalam metoda pekerjaan galian diperlukan penimbunan sementara tanah hasil galian (stock-piling) sebelum tanah tersebut diangkut ke lokasi penimbunan permanen sebagai tanggul atau bangunan permanen lainnya sehingga berakibat 2 (dua) kali kerja atau double-handling, maka biaya yang dikeluarkan oleh Penyedia (kontraktor) untuk kegiatan tersebut, dianggap sudah termasuk dalam harga satuan pekerjaan galian atau timbunan.


2. Pekerjaan Galian Batu

a. Galian Tipe-F, Galian Batu Lunak

Galian Tipe-F, galian batu lunak adalah galian batu yang dapat dilaksanakan dengan menggunakan peralatan bantu tertentu misalnya ripping dozer, pick hammer dan giant breaker tanpa menggunakan metoda kerja peledakan/blasting.

Untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan, maka biaya tambahan yang dikeluarkan termasuk keselamatan kerja menjadi tanggung jawab Penyedia ( kontraktor).

Pekerjaan galian Tipe-F, sudah termasuk pengangkutan batu hasil galian ke lokasi pembuangan yang disediakan Penyedia (kontraktor) dan disetujui oleh Owner dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

b. Galian Tipe-G, Galian Batu Keras

Galian Tipe-G, galian batu keras adalah galian batu yang berada di lokasi pekerjaan berupa lapisan batuan masif, padat, dan kokoh atau berupa batuan lepas dengan volume masing-masing lebih dari 1,0 meter kubik dengan diameter lebih dari 0,30 m yang tidak dapat dipisahkan tanpa peledakan atau dengan bulldozer dan peralatan berat  lainnya. Batuan  seperti  ini dapat disebut juga  sebagai ”sound-rock”  yang karena keras dan susunan teksturnya tidak dapat dipecah dengan hand pick-hammer.

Klasifikasi batu galian Tipe-G, Galian Batu Keras akan diputuskan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasarkan kondisi di lapangan, antara lain bila perlu dilakukan uji-coba produktivitas peralatan.

Pekerjaan galian batu Tipe-G, dianggap sudah termasuk biaya untuk pengangkutan batu   hasil galian ke lokasi pembuangan yang disediakan Penyedia (kontraktor) dan disetujui oleh owner atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Demikianlah penjelasan tentang Klasifikasi Pekerjaan Galian, semoga bermanfaat. Terimah kasih.

Baca Artikel...

Pengendalian Mutu Pekerjaan

Pelaksanaan Pekerjaan konstruksi harus dapat menghasilkan mutu pekerjaan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk menjamin agar diperoleh hasil kerja yang baik dan sesuai dengan mutu yang disyaratkan, maka perlu dilakukan Pengendalian Mutu ( Quality Control ) dengan cara melakukan pemeriksaan secara teratur, berkala baik terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan, maupun terhadp cara pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.

Pengendalian Mutu (Quality Control)


Proses pengendalian rencana mutu / Quality plan mencakup segala bidang yang terlibar dalam proses produksi Sumber Daya Manusia ( SDM ), material, Peralatan, Proses, Sarana Kerja dan Sub Kontraktor.

A. Sumber Daya Manusia
1. Memilih Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang bermoral baik dan mempunyai pengalaman sejenis
2. Pengarahan dan pembinaan
3. Monitor dan pelaporan

B. Material
1. Pengujian sample bahan
2. Pemilihan sumber material ( kuantitas dan kualitas ) yang memadai
3. Pemilihan supplier
4. Jadwal kebutuhan material
5. Cara penyimpanan
6. Cara handling
7. Monitor dan pelaporan

C. Peralatan
1. Pemilihan jenis alat yang sesuai
2. Kalibrasi untuk alat tertentu ( ukuran, takaran dan timbangan )
3. Pemilihan sumber alat ( kuantitas, umur dan kualitas ) yang memadai
4. Pemilihan supplier alat yang baik
5. Pemilihan operator yang baik dan berpengalaman
6. Jadwal kebutuhan alat
7. Penyedian bahan bakar
8. Penyediaan suku cadang
9. Control service
10.Monitor dan pelaporan

D. Proses
1. Trial mix
2. Peralatan yang sesuai
3. Komposisi yang sesuai
4. Standar proses
5. Metoda pelaksanaan
6. Cek hasil
7. Monitor dan pelaporan

E. Sarana Kerja
1. Ruang yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan
2. Kemudahan akses
3. Terpenuhinya alat kerja
4. Kemudahan mobilisasi dan komunikasi

F. Sub Kontraktor
1. Seleksi
2. Pengawasan dan Pengarahan

Rencana pengawasan Pengendalian Mutu ( Quality Control ) pada proyek konstruksi meliputi :


Pengendalian mutu material

Pengendalian mutu proses
Pengendalian mutu hasil pekerjaan


Pengendalian mutu peralatan


Demikianlah penjelasan tentang Pengendalian Mutu Pekerjaan – Quality Control , semoga bermanfaat. Terimah kasih.
Baca Artikel...

Koreksi Pada Alat Ukur Theodolit

Pada penjelasan alat ukur Theodolit telah dijelaskan bahwa alat ukur Theodolit digunakan untuk mengukur sudut mendatar dan sudut tegak. Sebelum alat ukur Theodolit digunakan untuk pelaksanaan pengukuran dilapangan, maka alat ukur Theodolit harus dikoreksi terlebih dahulu, agar alat ukur Thedolit memenuhi syarat-syarat yang diperlukan.

 Koreksi Pada Alat Ukur Theodolit



Koreksi pada alat ukur Theodolit sebelum pelaksanaan pengukuran antara lain :
1. Mengatur sumbu ke satu ( I ) harus tegak lurus ( vertikal )
2. Mengatur sumbu ke dua ( II ) harus tegak lurus sumbu ke satu ( I )
3. Mengatur garis bidik harus tegak lurus pada sumbu ke dua ( II )
4. Mengatur kesalahan indek pada skala lingkaran tegak (vertikal) harus sama dengan Nol

Penjelasan dari koreksi pada alat ukur Thedolit sebagai berikut :

1. Mengatur sumbu ke satu ( I ) harus tegak lurus (Vertikal)
Bagian-bagian yang digunakan dalam mengatur sumbu satu tegak lurus (vertikal) meliputi Nivo Kotak dan Nivo Tabung.

a. Nivo Kotak

Nivo Kotak


Dari gambar diatas terlihat bahwa Nivo kotak, skrup penyetel adalah A, B dan C . Posisi gelembung Nivo berada pada kedudukan 1. Dengan memutar skrup penyetel A dan B secara bersama-sama dan berlawanan arah ( lihat arah panah ) gelembung Nivo dibawah pada pisisi kedudukan 2. 
Selanjutnya gelembung Nivo tepi dipindahkan kedudukan 3 dengan memutar skrup penyetel C (seperti gambar ).

b. Nivo Tabung

Nivo tabung


Setelah Nivo kotak seimbang, Nivo tabung alhidade Horizontal sekarang digunakan untuk membuat sumbu I benar-benar Vertikal. 

Cara pengaturannya sebagai berikut :

b.1. Kedudukan Nivo tabung dibuat sejajar dengan skrup penyetel A – B ( I ). Kemudian di keseimbangkan denganskrup penyetel A dan B bersama-sama dengan gerak putar  berlawanan arah.
b.2. Kemudian teropong diputar 180o dan sejajar dengan arah AB (II). Maka akan terjadi penyimpangan gelembung Nivo dan di seimbangkan dengan ½ penyimpangan lagi dengan skrup Nivo.
b.3. Sekarang teropong diputar 90o dan tegak lurus terhadap skrup AB ( III ). Penyimpangan terjadi di seimbangkan dengan skrup penyetel C saja. Diulangi lagi pada kedudukan I, II, dan III dengan sembarang kedudukan.


2. Mengatur sumbu ke dua ( II ) harus tegak lurus sumbu ke satu ( I ) 
a. Pasang alat ukur pada statip yang jarajnya ± 5 m dari unting-unting ( AA’ ) dengann sumbu I vertikal.
b. Pasang paku setinggi 2 x tinggi alat ( AA’ = 2 x tinggi alat ), 
  pada paku tadi digantung unting-unting hingga mencapai beberapa mm di atas lantai dibawah  unting-unting di pasang mistar mendatatar dengan angka 5 cm tepat dibawah unting-unting.
c. Dalam keadaan biasa teropong diarahkan ke paku dengan bantuan skrup penggerak halus vertikal 
   dan Horizontal lalu teropong diputar dan diarahkan kemistar, hasil baca = 4,1 cm
d. Teropong diputar balik menjadi kedudukan luar biasa dan diarahkan kepaku dengan bantuan   skrup penggerak halus vertikal dan horizontal, lalu teropong diputar dan diarahkan ke mistar lagi, hasil bacaan misal = 5,9 cm.
e. Hitung besar kesalahan = 5,9 – 4,1 / 2 = 0,45 cm. Dengan skrup koreksi sumbu II teropong diarahkan ke pembacaan 5 + 0,45 = 5,45 cm pada mistar.
f. Cebagai koreksi langka-langka c sampai dengan e tersebut diulang, sehingga hasil akhir diperoleh harga = 0  

koreksi sumbu II tidak tegak lurus sumbu I


3. Mengatur garis bidik harus tegak lurus pada sumbu ke dua ( II )
a. Atur alat ukur sehingga sumbu I vertikal
b. Buat suatu titik target yang letaknya agak jauh dari alat ukur dan titik target tersebut dari kertas yang diberi tanda ( P ).
c. Arahkan teropong target ( P ) dalam keadaan biasa. Baca Lingkaran Horizontal dan catat pembacaan = A1
d. Alat diputar balik agar menjadi kedudukan luar biasa ( LB ) arahkan pada titik ( P ) lagi, baca pembacaan pada mikroskop yang sama dan catat pembacaan = A2
e. Kemudian hitung = A1 – A2/ 2 + 90o
f. Indek diarahkan pada pembacaan A2 dengan memutar penyetel Nonius pada menit dan detik dan dengan 
   penggerak halus horizontal indek di impitkan dengan garis limbus yang ditentukan.
g. Akibat dari penyetelan point ( f ) maka teropong tidak mengarah ketitik ( P ) , maka kita koreksi 
   dengan memutar skrup koreksi diafragma, sehingga garis Visir mengarah ke titik target lagi.
h. Langka C  s/d g diulang sehingga = 0

Prinsip hitungan bila :
A1 – A2/2   180o  Koreksinya + 90o
A1 – A2/2   180o  Koreksinya – 90o

Mengatur garis bidik tegak lurus sumbu II


4. Mengatur kesalahan indek pada skala lingkaran tegak (vertikal) harus sama dengan Nol
a. Lingkaran berskala tegak digunakan untuk mengukur sudut miring atau sudut zenit.
b. Waktu garis bidik dalam keadaan mendatar, maka sudut miring garis bidik = 0o  atau sudut zenit garis bidik = 90o . 
   karena yang turut berputar dengan garis bidik adalah skala lingkaran, maka dapatlah dimengerti bahwa garis skala yang letak berdekatan dengan garis bidik adalah garis 0o atau garis = 90o, maka dikatakan tidak ada kesalahan indek.
c. Waktu garis bidik mendatat pembacaan tidak sama dengan 0o atau 90o, karena garis skala 0o atau 90o tidak berimpit dengan garis indek nonius, maka dikatakan ada kesalahan indek.

Demikianlah penjelasan tentang Koreksi Pada Alat Ukur Theodolit, semoga bermanfaat. Terimah Kasih.

Baca Artikel...

Alat Ukur Theodolit

Theodolit merupakan salah satu alat ukur tanah yng digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. 

Pada waktu alat Theodolit digunakan untuk melaksanakan pengukuran titik-titik dilapangan, maka sebelum pelaksanaan pengukuran tersebut dimulai, bagian-bagian alat ukur Theodolit harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Mengatur sumbu ke satu harus tegak lurus ( vertikal )
2. Mengatur sumbu ke dua harus mendatar (horizontal)
3. Mengatur garis bidik harus tegak lurus pada sumbu ke dua ( II )
4. Mengatur kesalahan indek pada skala lingkaran tegak (vertikal) harus sama dengan Nol

Alat Ukur Theodolit


Konstruksi alat ukur Theodolit dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu :
1. Bagian bawah terdiri dari 
a. Tiga skrup penyetel
b. Plat penyangga tabung
c. Plat lingkaran berskala sudut ( piringan Horizontal )

2. Bagian tengah terdiri dari
a. Sumbu putar mendatar ( sumbu I )
b. Nonius (alat pembaca sudut)
c. Dua buah kaki penyangga sumbu II
d. Nivo kotak dan Nivo Tabung

3. Bagian atas terdiri dari
a. Sumbu putar tegak (sumbu II)
b. Teropong
c. Pada sumbu II diletakkan alat lingkar tegak berskala sudut
d. Nonius pembaca sudut tegak dengan Nivonya

Dari penjelasan bagian alat ukur Theodolit diatas dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu ada perbedaan antara lingkaran berskala mendatar (horizontal) dan lingkaran berskala tegak (vertikal). 
a. Lingkaran berskala mendatar (Horizontal) tidak turut berputar dengan teropong bila teropong diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar dan yang ikut berputar dengan teropong adalah nonius skala bendatar.
b. Pada lingkaran berskala tegak (vertikal) bila teropong diputar dengan sumbu kedua sebagai sumbu putar dan yang turut berputar dengan teropong adalah lingkaran berskala sedangkan nonius skala tegak tetap ditempat.

Didalam pekerjaan cara pengukuran, alat ukur Theodolit terdiri dari dua yaitu :
1. Theodolit reiterasi
2. Theodolit repetisi

Untuk pekerjaan pengukuran kegunaan alat ukur Theodolit sering digunakan dalam pengukuran polygon, pemetaan situasi maupun pengamatan matahari. 
Selain itu juga alat ukur Theodolit bisa juga digunakan sebagai Pesawat Penyipat Datar bila sudut vertikalnya dibuat 90o.

Demikianlah penjelasan tentang alat ukur Theodolit, semoga bermanfaat. Terimah Kasih.

Baca Artikel...